# 0
Mukaddimah
Lagu pembuka (Lagu
1)
|
# 1
Lampu temaram, diikuti
spot besar di tengah panggung.
Tiba-tiba, seorang
laki-laki kasar masuk dari sisi panggung sambil mencengkeram
rambut & menyeret seorang perempuan cantik. Perempuan itu
menangis, memperlihatkan kepedihan hatinya. Ia dihempaskan ke
lantai dengan kasar. Musik masih mengalun mengiringi peristiwa
ini...
|
Dursasana
|
:
|
“Menurutlah Drupadi, karena kau sudah milik
kami! Kau adalah pelayan kami sekarang. Suamimu Yudhistira telah
mempertaruhkan dirimu di arena perjudian ini. Dan ia telah
kalah..!”
|
Drupadi
|
:
|
(Masih terduduk
bersimpuh dan tersedu. Suaranya ditekan)
“Bagaimana mungkin Tuan-tuan membiarkan diriku
dijadikan taruhan oleh orang yang telah kalah berjudi? Bukankah
para penjudi adalah manusia-manusia jahat yang ahli tipu
muslihat?! Suamiku telah menjadi budak karena kalah, dan ia bukan
manusia bebas lagi. Karena-nya ia tak berhak lagi mempertaruhkan
aku...”
|
Dursasana
|
:
|
“Sejak semula ia telah rela akan mempertaruhkan
semua miliknya. Itu berarti bukan hanya harta benda, tetapi juga
dirinya sendiri, saudara-saudaranya, termasuk kau, istrinya...!”
|
Drupadi
|
:
|
(Menghadap ke arah
penonton, seolah ia menatap hadirin arena perjudian itu)
“Tuan-tuan yang terhormat, jika kalian memang
mencintai dan meng-hormati kaum ibu yang telah melahirkan dan
menyusui kalian, jika penghargaan terhadap istri, saudara
perempuan atau putri kalian benar-benar tulus, jika kalian percaya
pada Yang Maha Agung dan menjunjung tinggi dharma, jangan biarkan
aku dihina seperti ini..! Lakukan sesuatu! Penghinaan ini lebih
kejam dari kematian!!”
|
Dursasana
|
:
|
“Drupadi, tak perlu kiranya kau berucap seperti
itu! Tak ada gunanya sudah, karena justru mereka menjunjung tinggi
dharma, kehormatan & etika, mereka mengerti bahwa mereka tak
punya hak untuk berlaku apapun. Mereka hanya penonton sekarang,
bukan penegak kebenaran! Pahamilah, sesungguhnya mereka mulai
menikmati suguhan indah ini. Maka jangan kau buat mereka kecewa.
Tapi buatlah mereka lebih setia menatapmu, lebih hangat bersama
hasratku mempermainkanmu! Lihat, di sana suami-suamimu telah
dengan rela menyerahkan dirinya bulat utuh tanpa busana, sebagai
bentuk pengakuan kekalahan dan pertaruhan mereka. Mengapa kau
tidak berlaku seperti mereka?!”
|
Drupadi
|
:
|
“Jika Yudhistira dan saudara-saudaranya rela
menanggalkan kehormatan mereka, maka itu tidak akan terjadi
padaku! Karena kira-nya mereka mengakui bahwa tak ada lagi
kehormatan yang lekat pada dirinya. Tapi aku, seorang perempuan
suci, istri sah atas nama dharma dari laki-laki yang dipilihkan
untukku, perempuan suci yang dari rahimnya juga akan keluar
keturunan suci, tak akan kunodai kesucian ini. Tak akan kulepaskan
pakaianku, bahkan untuk sehelai benangpun. Karena ini adalah
cangkang, perlambang dari kewajiban dijaga, dibela dan
dipertahankannya kesucian itu. Inilah yang telah di...
|
Dursasana
|
:
|
(Memotong kata-kata
Drupadi. Marah, ia menghardik perempuan itu...)
“Persetan dengan
segala bentuk kesucian dan cangkang itu! Jika kau memang istri
yang menjunjung tinggi dharma dan setia pada suami, maka
selayaknya kau senasib seperti mereka. Jika kau merasa tidak
sanggup menanggalkan sendiri busanamu, biar aku yang
melucuti-nya!!”
|
Dengan beringas dan
bernafsu, Dursasana menyentuh tubuh Drupadi dan meraih bajunya. Ia
akan mulai melucuti dan menelanjangi perempuan malang itu...
Drupadi meronta, berontak, berusaha mempertahan-kan diri. Ia
berdiri dan berlari mencari tempat berlindung. Bahkan sampai ke
tempat hadirin yang menyaksikan peristiwa ini. Tapi Dursasana tak
tinggal diam... Ia makin bernafsu melihat Drupadi ketakutan.
Sambil tertawa keras, ia mengejar Drupadi, menyeret dan
menghempaskannya lagi ke lantai.
Lagu bernuansa rock muncul menghentak,
|
Lagu #1
(Saat nestapa)
|
:
|
Saat kenistaan
merajalela
Maka entah kemana
perginya dharma
Ketika nestapa mulai
dibuka
Maka tinggallah dosa
menjadi raja
O... inilah awal
sejarah
Kala kesucian tak lagi
indah
Tapi malah dirajah
Oleh nafsu yang
serakah...
*) O...
inilah awal sejarah
Karena kesucian telah
dijarah
Maka dunia jadi rebah
Dan lelaki akan
menyerah...
|
Lagu masih
mengalun, mengiringi Dursasana yang mulai menelanjangi Drupadi.
Bagian demi bagian, busana itu tersobek oleh tangan-tangan kasar
si lelaki yang angkara. Drupadi meronta, berontak dan ber-lari
dengan tubuh yang mulai tersibak. Dursasana meraihnya kembali,
menyobek lagi benang-benang cangkang itu...Drupadi meronta, dan
tubuhnya terhempas...Sambil menangis, ia luapkan murkanya dengan
mengucap sumpah...
|
Drupadi
|
:
|
“O... penguasa
semesta Yang Maha Suci, kepadaMu kuserahkan segala keyakinanku.
Atas nama kesucianMu, kumohon Kau dengar ucapan-ku...! Aku
bersumpah! Hari ini adalah awal sejarah, kala kesucianku dirampas,
maka dunia akan berlumur nista. Nista yang akan menjadi awal
celaka, bagi dia & kaum-kaumnya yang melucutiku, yang terus
akan dicatat menjadi cerita seisi dunia. Nista yang akan membuat
laki-laki, justru tidak akan pernah menemui kembali indahnya
kesucian.. Nista yang membuat mereka jadi budak bagi perempuan,
atas nama nafsu dan cinta yang sesungguhnya abu-abu!! Nista yang
akan mem-bawa mereka pada ujung dunia...!”
|
Lagu kembali
menghentak, lalu berlanjut *)
Fade-out,. Panggung
tiba-tiba sunyi.
|
#2
Lampu temaram, indah
tapi juga muram. Di sebuah kamar. Sayup-sayup musik bernuansa
ghotic terdengar.
Dua perempuan. Yang
satu tampak seperti seorang lelaki, meski garis wajahnya tetap
menampilkan ia perempuan. Sedang satunya perempuan tulen, ayu dan
sintal. Di atas sofa panjang, mereka saling menikmati keberadaan
satu sama lain. Perempuan-lelaki itu benar-benar seperti lelaki,
yang menikmati tubuh perempuan pasangannya. Ia mencumbui si
perempuan dengan lembut Sedang si perempuan tulen, sungguh
menikmati hasratnya. Mereka saling bergumul. Si perempuan tulen
duduk bersandar sofa. Perempuan-lelaki merayap mendekatinya dengan
mata penuh nafsu. Liar! Ia meraih baju si perempuan tulen dan
mulai menanggalkan (kancing)-nya. Sedikit demi sedikit tubuh si
perempuan tulen tersibak. Tapi, sebelum tanggal seluruh baju itu,
ia bangkit berdiri menghindari si perempuan-lelaki. Ia menarik
nafas panjang sambil berusaha membenahi pakaiannya, menutupi
kembali tubuh sintal miliknya. Dan si perempuan-lelaki itu
menatapnya tajam menampakkan kekecewaan..
|
Yan
|
:
|
“Kenapa, Ris? Nggak biasanya kamu nolak kayak
gini!”
|
Rista
|
:
|
“Sori, Yan.. . Aku nggak bisa lagi...”
|
Yan
|
:
|
“Nggak bisa lagi? Maksudmu?”
|
Rista
|
:
|
“Ya nggak bisa
lagi!” (Hening)
“Aku nggak bisa melakukan ini lagi sama kamu!”
|
Yan
|
:
|
“Kamu sudah nggak sayang aku lagi? Gitu?!”
|
Rista
|
:
|
“Kita menipu diri kita sendiri. Kita sudah
menyimpang...
|
Yan
|
:
|
Menyeringai,
bernada mengejek
“Kamu habis dari mana, sih?! Sampe kesambet
malaikat terus ngomong gitu...?”
|
Rista
|
:
|
Kesal!
“Yan. Ini serius!!”
Kita sama-sama cewek, Yan...”
|
Yan
|
:
|
Menyeringai,
bernada mengejek
“Cewek?? Kamu kali yang cewek!.”
|
Rista
|
:
|
“Yan! Sadar, Yan! Lihat diri...”
|
Yan
|
:
|
Memotong, &
marah
“Trus kenapa kalo’ kita sama-sama cewek?!
Selama ini aku juga memperlakukanmu sebagai cewek kan? Dan aku
menempatkan diriku sebagai seseorang yang dibutuhkan cewek seperti
kamu.”
|
Rista
|
:
|
“Kamu yang butuh, bukan aku! Sadar nggak sih?”
|
Yan
|
:
|
“Justru karena aku
sadar aku melakukan ini semua!” (Diam, menumpahkan kekesalan.
Mengambil bungkus rokok di atas meja, mencabut sebatang, mengambil
korek & mau menyalakannya. Tapi tidak jadi.)
“Lagi pula, apa sih bedanya? Apa juga salahnya
kalo kita sama-sama cewek?!”
|
Rista
|
:
|
“Jelas salah, kita menyalahi kodrat”
|
Yan
|
|
Menyeringai,
bernada mengejek
“Kodrat?! Heh,... Kodrat apa, Ris? kodrat
cewek?? Apa coba ukuran kodrat cewek itu? (Yang ditanya diam.
Hening sesaat.)
|
Rista
|
:
|
“Yang jelas Di dunia ada berbagai hal
berlawanan yang dipasangkan. Siang malam, gelap terang, semuanya.
Semuanya berlawanan... dan kita sejenis. Magnet aja kalo sejenis
juga tolak-menolak.”
|
Yan
|
:
|
Hidup jangan pakai Fisika.
|
Rista
|
:
|
Jangan juga melulu filsafat!
|
Yan
|
:
|
Filsafat dari Hongkong?
|
Rista
|
:
|
Dari mesir!
|
Yan
|
:
|
“Ris. Aku jelasin ya. Ukuran dirimu sebagai
cewek itu siapa yang menentukan?”
|
Rista
|
:
|
“Yang pasti bukan kamu. Ini ketentuan alami!”
|
Yan
|
:
|
“Ukuran kita sebagai Cewek, itu tapi tak lebih
dari ukuran yang dibuat cowok-cowok. Coba tanya sama mereka yang
laki-laki (sambil mengarahkan pandangan/menunjuk pada
penonton), apa yang pertama kali mereka lihat dari diri
seorang perempuan??
|
Rista
|
:
|
“Tanya aja sendiri.”
|
Yan
|
:
|
“Pasti jawabannya fisik. Wajah cantik, tinggi,
rambut panjang, hidung mancung, dada seksi, pinggang langsing,
pinggul seksi, kaki jenjang, paha mulus, bibir sensual. Kalo ada
yang liat cewek dari kepribadian, Bulshit!! Itu munafik!
|
Rista
|
:
|
“Itu cowok-cowok yang pernah kamu kenal. Nggak
semua kaya gitu Ris.”
|
Yan
|
:
|
“Cowok lebih
banggain penampilan ceweknya, daripada otak atau ketrampilan di
luar kamar. Apa yang mereka lihat pertama, itu yang jadi ukuran.
Bahagia-lah cewek yang sampulnya bagus. Mereka
pasti laris, jadi pusat perhatian, jadi rebutan. Dan kalianpun
pasti bangga kalo’ digituin. Kamu juga kan?”
|
Rista
|
:
|
“Menurutku nggak gitu-gitu banget. Ngobrol
nyambung, becanda nyambung, chemistry nyambung, saling berusaha
mengerti, klik. Ya udah...”
|
Yan
|
:
|
“Karena kamu cakep.
Coba kalo kamu item, gendut, mukanya nggak jelas hidung kemana
bibir kemana,. Kamu bakalan sibuk menata hati supaya tahan nggak
diperhatiin. Sibuk cari tempat training kepercayaan diri. Ya, kan?
....
Rista Diam... Yan
memanfaatkan lagi situasi... mendekati.. mengelus rambut dan
sebagainya...
“Kamu mungkin nggak sadar sayang... kamu tuh..
. sexy banget tahu nggak sih....” (Yan hampir mencium Bibir
Rista).
|
Rista
|
:
|
“Seksi atau nggak, itu kan kodrat alam, bawaan
lahir. Nggak salah, kan?!”
|
Yan
|
:
|
“Cara pikir kamu yang salah!”
|
Rista
|
:
|
“Kok aku yang salah?!”
|
Yan
|
:
|
“Kalo bukan kamu
siapa? Pak Harto yang salah?
Kalo’ karena kamu itu seksi, semua cowok
berebut, tanpa sadar kamu terdorong untuk semakin sexy. Makanya
Natasya, LBC dan sebagainya itu tambah rame. Terus, cewek-cewek
yang agak blurek pada sibuk menata hati dan kesabaran. Berarti
cewek sudah jadi korban?!”
|
Rista
|
:
|
“Korban?? Korban apa? Korban siapa?!”
|
Yan
|
:
|
“Ya korban pikiran kotor cowok-cowok tadi!”
|
Rista
|
:
|
“Apa buktinya kalo cewek-cewek itu korban?”
|
Yan
|
:
|
“Ngapain mereka dandan? Ngapain rebonding, pake
deodoran, sibuk cari pemutih wajah. Berburu kosmetik dan baju biar
seksi, sibuk ngurusin badan, sedot lemak, terapi ozon...untuk apa?
Ngapain juga banyak yang ikut-ikutan berpenampilan kayak artis?
Biar dilihat cowok, kan? Padahal ujungnya cowok Cuma pengen
nidurin cewek, bikin video bokep sendiri pake Hp.”
|
Rista
|
:
|
“Bukannya memang kodratnya kalo’ perempuan
itu dandan, bersolek dan tampil seksi biar dilihat orang lain?”
|
Yan
|
:
|
“Lagi-lagi kodrat!! Kodrat dari Mesir? Ris,
kodrat itu bukan baju siap pake. Kodrat itu adalah potongan kain
yang gimana bentuk bajunya tergantung kita yang buat. Kodrat itu
pilihan, kita yang tentukan sendiri!”
|
Rista
|
:
|
“Ya, toh para cewek itu juga memilih seperti
itu.”
|
Yan
|
:
|
“Kalo para cewek berusaha tampil cantik, cuma
untuk dilihat orang, jadi objek perhatian, tapi tanpa pernah tahu
apa ia benar-benar cantik, itu berarti kecantikannya cuma objek,
yang diukur oleh kehendak orang lain. Kalo sudah atas kehendak
orang lain, itu berarati ia terjajah. Ia adalah korban!!”
|
Rista
|
:
|
“Yan, kamu tuh cuma iri nggak bisa dandan
seksi, kan?”
|
Yan
|
:
|
“Sori ya! Aku nggak mau jadi korban. Aku nggak
mau jadi objek ukuran orang lain. Justru karena aku tahu gimana
diriku, apa yang ada di otakku, makanya aku membuat diriku
sepatutnya. Kamu pernah baca buku Si Parasit Lajang-nya Ayu
Utami? Ayu Utami yang memilih dan punya 10 alasan untuk nggak
bakalan menikah, seperti itulah aku menentukan seperti apa diriku.
Aku nggak mau munafik. Aku nggak mau membuat cangkang yang cantik
di luar, tapi kosong di dalam. Aku mau mengendali-kan diriku
sendiri.”
|
Rista
|
:
|
“Aku nggak ngerti maksudmu?!”
|
Yan
|
:
|
“Inget Ris. Kamu deket sama aku setelah kamu
disakitin cowok. Aku jadi tempat berlindung kamu. Nyatanya,
sekarang hidupmu benar-benar jadi bergairah, kan? Dari itu
harusnya kamu paham, kalo sebenarnya bukan cowok yang kamu
butuhkan. Mereka yang butuh kamu, Artinya apa? Kalo para cewek
kayak kamu nggak ada, para cowok bakalan sengsara. Mereka nggak
bakalan punya gairah hidup, nggak semangat, stres. Kalo ada cowok
habis lihat cewek seksi, terus horni, tapi nggak kesampean, terus
mereka ngapain?”
|
Rista
|
:
|
(Diam sesaat) “Onani...”
|
Yan
|
:
|
“Ya itu, apalagi...? Onani! Konyol banget nggak
sih cowok-cowok.”
|
Rista
|
:
|
“Terus, hubungannya sama jadi korban?”
|
Yan
|
:
|
“Cewek itu paling bisa nahan diri, nggak kayak
cowok. Cowok yang harusnya jadi korban. Jadi, kenapa cewek nggak
menguasai dirinya sendiri sekaligus menguasai cowok? Makanya,
jangan terhanyut rayuan cowok! Buat mereka sengsara karena
nafsunya sendiri, sampai mereka nggak bisa menguasai dirinya
sendiri!”
|
Rista
|
:
|
“Kamu gitu karena kamu sendiri pernah kecewa
sama cowok, kan?”
|
Yan
|
:
|
“Ah, itu nggak penting, Ris!”
|
Rista
|
:
|
“Ngaku aja, Yan. Kamu sebenarnya nggak bisa
mungkir kalo’ kamu butuh cowok. Tapi kamu terlanjur kecewa,
makanya kamu kayak gini sekarang.”
|
Yan
|
:
|
“Apa buktinya?”
|
Rista
|
:
|
“Kamu milih jadi kaya cowok ketimbang jadi
cewek tulen, yang bisa dandan. Bukan-nya kalo kamu jadi kayak
cowok kamu malah jadi korban kayak yang kamu bilang barusan?
Kenapa kamu nggak jadi cewek yang justru bisa menguasai?!”
|
Yan
|
:
|
“aku pengen tetap bisa menikmati sekaligus
menguasai!”
|
Rista
|
:
|
“Nggak! Di balik dua dada yang berusaha kamu
tutupi itu, tetap ada gejolak untuk bisa dielus, digerayangi
cowok. Di balik celana jins yang kamu pake, tetap ada hasrat yang
cuma bisa dipenuhi cowok. Tapi kamu berusaha ngelawannya, karena
dendammu sama cowok lebih besar. “
|
Yan
|
:
|
“Tapi toh aku masih bisa puas sama cewek kayak
kamu?”
|
Rista
|
:
|
“Tapi semu!! Aku
nggak yakin apa kamu benar-benar puas bercinta sama aku. Aku malah
yakin, kalo kamu masih masturbasi memenuhi gejolakmu, seperti
halnya cowok2 onani. Ya, kan?!” (Yan tidak merespon.
Hening... Kemudian Rista mengemasi barang-barangnya sambil
meneruskan kata-katanya.)
“Sudahlah, Yan. Aku capek berdebat sama kamu.
Aku nggak mau lagi menipu diri sendiri. Nggak peduli itu kodrat
atau pilihan. Nggak peduli aku jadi korban atau bukan. Aku masih
butuh laki-laki, sekarang! Seperti saranmu, aku memilih atas
kehendakku sendiri. (Rista beranjak pergi. Yan menahannya.)
|
Yan
|
:
|
“Ris, kamu nggak ngerti Ris. Aku nggak akan
pernah berhenti mencintaimu. Aku nggak akan pernah rela kamu
mencintai cowok!”
|
Rista
|
:
|
Rista berusaha
melepaskan cengkeraman Yan.
“Jujur, Yan.., aku juga masih sayang kamu. Tapi
aku harus lebih menyayangi diri-ku sendiri!”
|
Yan
|
:
|
“Kamu nggak akan bisa mengelak dariku, Ris.
Kamu akan selalu ingat apa yang telah kita lalui bersama. Itu akan
selalu meng-hantuimu!”
|
Rista
|
:
|
“Aku nggak peduli dengan segala ingatan itu.
Biar itu jadi masa lalu kita masing-masing!” (Rista
melepaskan cengkeraman Yan dan pergi meninggalkan Yan sendiri.)
|
Yan
|
:
|
Lantang, ke arah
sisi panggung tempat Rista keluar dan menghilang.
“Kita lihat Ris,
siapa yang lebih kuat dan bisa menguasai! Aku, kamu, atau
cowok-cowok bangsat itu. Aku yakin, kamu pasti kembali padaku!
(Yan menghempaskan kursi, lalu bergumam..)
|
Lampu meredup, diikuti lagu. Muncul penari-penari
bertopeng, menari dengan maksud tak jelas
|
Lagu #2
(Yang tak jelas)
|
:
|
Mana jantan, mana
betina
Keduanya sama tak
jelas rupa
Mana jantan mana
betina
Keduanya sama hendak
berkuasa
Mana jantan mana
betina
Saat dharma berbalik
karma
Tak ada satu punya
makna
|
#3
Lampu terang, full
stage.
Sebuah cafe. Tampak
sepasang sejoli sedang duduk menikmati wedhang ronde dengan
makanan khas angkringan. Ada sate usus, tahu, tempe & nasi
kucing pastinya. Tiba-tiba, dari pintu masuk penonton, masuk
seorang bencong cantik dan atraktif, Anggi namanya. Membawa alat
musik khas kalangan mereka. Serta merta ia menyapa penonton.
|
Anggi
|
:
|
“Halo mbak, mas,
om... sori ne Ek ganggu. Lagi pada asyik ya... Sori ye, Ek cuma
mau numpang ngamen. Tadi waktu Ek lewat depan sini, Ek lihat
rame-rame. Ek pikir pada mau kumpul kebo, e..ternyata kumpulan
kebo, pada mau nonton boneka. He, sori! Ee..pak sutradara, sori
ye, Ek nyela benta...ar aja. Itung-itung bagi-bagi rejeki, bo!
(ada sahutan dari penonton, jawaban sang sutradara)
Mulai, ye...??”
(Anggi mulai memainkan alat musiknya, melantunkan lagu Jablai
yang diubah liriknya & berjoged, diiringi musik panggung.)
|
Lagu #3
(Si imron letoy)
|
:
|
Swer ewer ewer dubrak!
Waktu tamasya, di
Gembira Loka
Pulang-pulang ku kenal
si dia
Tawar-menawar ku
janjian, sayang...
Harga gopek, au! di
hotel berbintang
Reff: *)
Lay 6X, imronnya
tenyata letoy
Lay 6x, jadinya cepat
lunglai
Lay 6x, imronnya
ternyata letoy
Lay 6x, Ek nggak jadi
asoy
Nggak bisa-bisa, dia
tetap maksa
Terus-terusan dielus
imronnya
Juga minum obat kuat
dia, sayang...
Tapi tetap tu, si
imron kepayang...
|
Anggi
|
:
|
“Makasih ye, pak
sut. Sawerannya, mas, mbak...?”
Anggi menyeruak ke
arah penonton, minta saweran jasa ngamen. Sesekali ia menggoda
penonton, yang laki-laki ataupun perempuan, dengan genit dan
nakal. Setelah puas dengan penonton, ia beranjak keluar ke arah
pintu ia masuk. Tapi tidak jadi.
“Adu..uh, yang di
tengah lupa. Sayang, bo. Siapa tahu bisa genep dapetnya, bisa
nambah-nambah beli komunikator” (Anggi mendekati para
pemusik, minta saweran. Dia melayani godaan para pemusik. Setelah
itu, ia menghampiri dua sejoli tadi.)
“Sori, mbak,
mas...ganggu. Sawerannya, dong...?” (Tiba-tiba)
“Ya, ampow...mas Hasto. Ii..ih, nggak nyangka
de, Ek ketemu mas di sindang. (sesaat melihat pasangan Hasto)
Ye.., ganti pasangan lagi ne, mas? Seingat Ek, habis sama
Rista, mas Hasto sama Mira, kan? Dah bosen ye, sama Mira??”
|
Hasto
|
:
|
Berbisisk keras
“Hus, ojo seru-seru, no!! Ndak konangan!!
|
Anggi
|
:
|
“Ah, mas Hasto ne sok malu, jaim... padahal
biasanya malu-maluin. Kenalin dong, mas...?”
|
Hasto
|
:
|
“Yo! Lin, ini Anggi. Nggi, ini Lilin...”
|
Lilin
|
:
|
“Lilin...”
|
Anggi
|
:
|
“Lilin? Lilin-lilin kecil? He... namanya uneng
de bo. Ek, Anggi.”
|
Lilin
|
:
|
“Anggi siapa?”
|
Anggi
|
:
|
“Anggi Putri, he... eh, tapi aslinya se,
Anggito. Ha, ha...”
|
Hasto
|
:
|
“Kamu tambah cantik aja, Nggi?”
|
Anggi
|
:
|
Sambil menarik
kursi di meja sebelah.
“Ah, mas Hasto ne
bisa aja...Biasa lah, mas..banyak pelanggan. Jadi aku harus jaga
penampilan. Biar nggak pada kabur tu, lumbung maniku.” (Ke
arah Lilin)
“Dah lama ya, jalan sama mas Hasto? Gimana? Hot
nggak, dia? Eh, kalo sama mas Hasto tu, ye harus strong. Mas Hasto
tu maniak bo! Nggak ada yang bisa ngalahin dia! Kecuali...”
(genit)
|
Lilin
|
:
|
“Kecuali, siapa??”
|
Anggi
|
:
|
“Kecuali...Ek! He...”
|
Hasto
|
:
|
“Pacar kamu sekarang siapa, Nggi??”
|
Anggi
|
:
|
“Pacar? Ehmm..., banyak se mas.
|
Hasto
|
:
|
“ya yang resmi dong...”
|
Anggi
|
:
|
“O.. resminya se,
ya.. banyak juga! He... maklum lah, Ek kan AC-DC. Jadi bisa
bolak-balik. Dayaku estede, 900 watt. Tergantung instalasinya, mau
seri boleh... paralel, siapa tekut...! Sayang kan, daya segitu
nggak dimanfaatin” (Tiba-tiba nada dering HP Lilin berbunyi.)
|
Lilin
|
:
|
“Ya, Sher? O..,
kalian dah pada kumpul? .... semua? Ok, deh. Aku ntar lagi nyusul,
gabung sama kalian. Tunggu, ya? Daa...aag. Mmmuach!”
(HP dimatikan.
Berkata pada Hasto, manja)
“Yang, sori ya...temen-temen dah pada ngumpul
ne, di tempat Sherly. Acaranya dah mau dimulai. Aku pergi dulu ya,
nyusul mereka. Nggak pa-pa, kan?”
|
Hasto
|
:
|
“ya udah mas anter aja.?”
|
Lilin
|
:
|
“Nggak usah, mas. Aku naik taksi aja. Lagian
mas kan ada janji, dari-pada ntar telat, kan jadi nggak enak. Aku
pergi sendiri aja, gapapa kok. Ok??”
|
Hasto
|
:
|
“Ya, udah. Kalo Lilin bisa pergi sendiri ga
papa. Tapi ati-ati, ya...? Kalo ada apa-apa, bilang.”
|
Lilin
|
:
|
“Ok! Nanti kalo sudah sampe di tempat Sherly,
Lilin telphon. Lilin pergi dulu ya..?” (Berdiri menenteng
tasnya. Mendapat ciuman dari Hasto, lalu beranjak pergi
meninggalkan Hasto dan Anggi.)
|
Hasto
|
:
|
“Gimana Nggi Lilin, menurutmu? Sip, nggak??”
|
Anggi
|
:
|
“Wah, kalo model gitu sih, Ek rela make tongkat
Ek, mas..! Mata sama bibirnya, gilang bo! Seksi banget!! Bodinye
apalagi...! Nemu di mana mas?”
|
Hasto
|
:
|
“Dia itu dulu pacarnya temenku. Waktu pertama
kali temenku ngenalin aku sama dia, aku sudah mulai suka.
E..ternyata dia juga suka sama aku. Lama-lama, kita makin dekat.
Awalnya biasanya aja, terus kita jalan, kencan, &
macam-macam...”
|
Anggi
|
:
|
“Macam-macam? Maksudnye...? Ii...ih, pasti gitu
deh, mas Hasto. Terus, temen mas itu, gimana? Tahu, nggak?!”
|
Hasto
|
:
|
“Pertamanya sih, dia nggak tahu. Lilin pinter
juga akting. Kalo sekarang, aku nggak tahu pasti dia ngerti nggak.
Pengakuan Lilin sih, mereka sudah putus.”
|
Anggi
|
:
|
“Lha selama ini, mas Hasto sama temen mas itu,
gimana?”
|
Hasto
|
:
|
“Ya biasa aja sih,..kayak nggak ada apa-apa.
Kita masih teman.”
|
Anggi
|
:
|
“Mas, rahasianya apa se, kok bisa tahan
ganti-ganti gitcu?”
|
Hasto
|
:
|
“Rahasia? Ah, nggak ada. Aku nggak pake
macem-macem. Aku cuma pake KHARISMA!”
|
Anggi
|
:
|
“Kharisama?! Maksudnye, apa mas?! Anggi nggak
ngerti, de..!”
|
Hasto
|
:
|
“Nggi, sebagai cowok, aku butuh cewek. Hidup
kita tu rasa-nya kosong kalo nggak ada makhluk yang namanya
wanita. Wanita itu...energi, motivasi, atau pembuluh bagi darah
kita. Pokoknya, wanita itu harus ada untuk laki-laki. Sebaliknya,
wanita tu nggak akan ada artinya tanpa ada laki-laki. Dalam hal
ini, keduanya sama-sama punya kepentingan. Tapi, kita sebagai
lelaki harus jaga imej, jangan sampe keliahatan banget kalo kita
butuh wanita. Tapi sebaliknya, gimana caranya biar mereka yang
merasa nggak ada artinya kalo nggak punya lelaki. Nah, supaya
mereka bisa menentukan mana yang mereka mau atau pilih, kharisma
diri kita berbicara...”
|
Anggi
|
:
|
“Ooo, bule..et. gitcu, to... tapi, kalo orang
kayak Ek gindang, gimana mas? Ada kharismanya, nggak?”
|
Hasto
|
:
|
“Ye, kalo ente sih, karena AC-DC, kayaknya
nggak perlu tu kharisma. Kan bisa hermaprodit, biar dapet
dua-duanya”
|
Anggi
|
:
|
Tertawa genit.
“Ember....! Ehmm.. tapi mas, pernah nggak,
merasa disetir, dikendali-kan, atong merasa sangat bergantung sama
cewek? Misal, kangen Ek, gindang. He...”
|
Hasto
|
:
|
“Ya, kalo itu sih pasti pernah. Rasanya nggak
enak! Kesel, tapi juga butuh. Aku nggak bisa nyangkal, kadang
sebagai laki-laki, suatu saat kita juga butuh dimanja, butuh
perhatian, dan pastinya, butuh layanan mereka juga...”
|
Anggi
|
:
|
“Layanan? Maksudnye, servis..?!”
|
Hasto
|
:
|
“Huss, ojo cethek ngono pikirane! Maksudnya, ya
perhatian mereka kalo pas kita butuh sesuatu. Dibeliin kaos kaki
kalo pas punya kita dah bolong. Dibeliin pasta kalo punya kita pas
habis dan gigi kita dah berkarat. Diperhatikan penampilan kita.
Atau yang lainnya...”
|
Anggi
|
:
|
“Tapi termasuk servis luar dalam, kan...? Ya,
kan? (2x)”
|
Hasto
|
:
|
Sedikit berbisik.
“Ya, kalo itu sih, tempo-tempo...secelup
dua-celup, boleh lah...” (Keduanya tertawa)
|
Anggi
|
:
|
“Mas, pernah nggak, punya hasrat, seneng sama
seorang cewek, tapi mas nggak bisa dapetin tuh cewek? Apa yang mas
rasain?”
|
Hasto
|
:
|
“Ya, pasti pernah, lah... Rasanya, ya tadi itu.
Nggak enak! Kayak kalo kita pingin be’ol, tapi nggak kesampean.
Kagol!
|
Anggi
|
:
|
“Terus, mas ngapain kalo dah gitu?! Pasti...”
|
Hasto
|
:
|
“Pasti apa?!”
|
Anggi
|
:
|
“Pasti nyabun, kan...?! He...”
|
Hasto
|
:
|
“Ye, itu sih
ente...” (Keduanya tertawa)
“Tapi gimana, ya... aku juga kadang nggak habis
pikir, kenapa laki-laki tetap harus bergantung sama cewek, meski
untuk beberapa hal. Ter-utama untuk masalah perasaan, hati atau
hasrat! Apa karena laki-laki dilahirkan oleh perempuan, ya?”
|
Anggi
|
:
|
“Ah, kalo itu sih, Ek bisa jelasin mas!
Gampang! Semuanya karena takdir dan alamiah!!”
|
Hasto
|
:
|
“Takdir? Alamiah? Maksudmu?!”
|
Anggi
|
:
|
“Begindang mas, secara biologis, dalam tiap sel
tubuh setiap makhluk hidup tu kan ada kromosom, tempatnya gen.
Kita, manusia ne, punya 23 pasang kromosom. Salah satunya adalah
kromosom sex, yang menentukan jenis kelamin kita apa, gitcu...
Kalo kromosomnya XX, jadi cewek. Kalo XY, jadinya lekong. Nah, itu
artinya, setiap lekong tu bawa satu kromosom X, yang sebenarnya
penentu kelamin wanita. Terong, kromosom Y tu sebenarnya asalnya
dari kromosom X, tapi mengalami de-gra-da-si, ter-ki-kis, so
gennya jadi lebih sedikit, en... menyebabkan terbentuknya
‘tongkat’ pada lekong. So, wajar kalo mas Hasto yang lekong
merasa sangat bergantung pada cewek-cewek, cos di dalam tubuh mas
Hasto tu ada unsur ceweknya. Gitcu....”
|
Hasto
|
:
|
“Wah, nggaya tenan... lu tahu dari mana
penjelasan kayak gitu, Nggi?”
|
Anggi
|
:
|
“Eeit, jangan salah bo... ginong-ginong, Anggi
ni pernah jadi maha-siswa jurusan biologi salah satu perguruan
tinggi negeri di Yogya, bo. Kampus Ek tu, kulon jalan Affandi,
yang dulu jalan Gejayan.. en, satu lagi. IPK Ek tu, semi-kum
lau-de. Maklum, Ek kan suka yang semi-semi. En, kebetulan Ek
paling suka sama materi reproduksi dan genetika. So, penjelasan
gitcu se.., keci...il”
|
Hasto
|
:
|
“Kalo gitu, kamu jadi kayak gini juga karena
kromosom-X, itu??”
|
Anggi
|
:
|
“Embe..er, kali ye...”
|
Hasto
|
:
|
“Tapi, kenapa laki-laki terus jadi bisa
berkuasa, terkesan dominan, seolah posisinya lebih tinggi daripada
perempuan?”
|
Anggi
|
:
|
“Ye, itu si tergantung gayanya mas... Kalo
ceweknya yang di atas, kan posisinya lebih tinggi cewek. Lain lagi
kalo dogi stail atong 69. Ya, kan...? He, sori ngelancong...
Gindang mas, kalo masalah lebih ber-kuasa ato nggak, itu se
masalah kutang...eh, kultur maksudnya, en juga pilihan.
|
Hasto
|
:
|
“Kultur dan pilihan? Maksudnya??”
|
Anggi
|
:
|
“Ii..ih mas Hasto ne, masak gitu aja nggak
ngerti. Makanya baca, dong..! Buka internet..! Kalo urusan bra
aja, ahli! Cape, de..eh! Jangan gila, dong! Maksudnya kultur en
pilihan tcu..cos di habitat kita ne, kebanyakan masyarakat
menganut budaya pa-tri-(y)ar-khi, dimana lekong tu dianggap lebih
tinggi duduknya dibanding wanita, jadinya ya itu, laki-laki jadi
merasa lebih berkuasa, lebih do-mi-no, dominan
maksudnya...Padahal, sebenarnya, domino nggaknya tu tergantung
pilihan. Ati-ati mas, cewek bisa aja suatu saat menunjukkan
kekuasaannya, memilih en melakukan sesuatu yang bikin ye nangis,
malu ato ngerasa nggak punya harga diri. Dia berpaling, atau
parah-nya, selingkuh misalnya. Ato, dia minta dilayani terus, tapi
ye dah nggak kuat lagi, letoy! Ye akan merasa kedubrak! Jatuh bo!
Terpuruk!”
|
Hasto
|
:
|
“Ah, kalo itu sih, kayaknya nggak mungkin
terjadi. Selama kita, para lelaki masih punya kharisma, aku yakin
justru para wanita itu akan klepek-klepek, tunduk dan menurut sama
kita.”
|
Anggi
|
:
|
“Ya, terserah menurut mas Hasto se..Anggi cuma
ngingetin. Siapa tahu, Lilin mendua tapi mas Hasto nggak tahu.
Jangan nyesel lho..?”
|
Hasto
|
:
|
“Lilin? Selingkuh? Ah, nggak mungkin! Dia nggak
bakalan sanggup pisah sama aku. Sebaliknya justru , aku yang bisa
gitu. Ah, bukan selingkuh. Biar lebih halus... ber-pa-ling... Ya,
kan?”
|
Anggi
|
:
|
“Au, ah.. cape
de..eh” (HP Anggi berdering)
“Yuk, Yan...ada apa, say?” (Tiba-tiba
Anggi dan Hasto freze)
|
Lampu berubah,
berganti dengan siluet di salah satu sudut panggung dan spot di
tengah, tepat di bagian Anggi. Siluet:; tampak Yan seperti orang
sakau, menelphon Anggi. Musik tajam.
|
Yan
|
:
|
“Git, tolong aku.. Temani aku, Git! Aku nggak
sanggup! Aku hilang rupa! Aku hilang diriku! Aku nggak tahu siapa
lagi aku! Nafasku kandas, lari bersama Rista, tenggelam bersama
kenanganku bersamanya. Cuma kamu sekarang yang kupunya, Git.
Tolong temani aku! Cepat, Git!!
|
Lampu berubah,
musik langsung off dan seketika terang kembali, full stage. Hasto
dan Anggi off-freze
|
Anggi
|
:
|
“Yuk, say... Ek kesandung sekarang...”
(Tiba-tiba HP Hasto ganti yang berdering)
|
Hasto
|
:
|
Kaget campur heran
“Hai!! Ada apa, tumben!??”
|
Lampu tiba-tiba
berubah lagi, berganti dengan siluet bayangan di satu sudut
panggung yang lain dan spot di tengah. Kali ini tepat di bagian
Hasto. Siluet:; bayangan sesosok perempuan seksi, dengan lekuk
tubuh amat kentara. Sosok itu menelphon Hasto, dengan sesekali
mendesah, dan bergerak menggoda. Musik tajam, cenderung musik
pub/klab malam.
|
Sosok
|
:
|
“Has...aku kangen! Aku butuh kamu! Aku ingin di
dekatmu! Apa kamu nggak kangen has?.. hari-hariku semakin dingin.
Hangatku aku, seperti dulu, ketika salju-salju meleleh begitu saat
kita menyatu! Temui aku, Has!
|
Lampu berubah.
Musik jadi lembut. Slow motion, tampak Hasto dan Anggi saling
memberi salam ber-pisah, diirningi lampu yang meredup dan musik
fade-out.
|
#4
Di sebuah kamar,
Hasto dan Rista berdansa. Rista cantik dan seksi saat itu. Bajunya
sungguh minimalis, dengan stelan bawahan yang tinggi di atas
lutut. Sedang gaun atasnya, sungguh elegan tapi menggiur-kan.
Musik mengalun romantis, dengan gesekan biola lembut.
|
Lagu #4
(The simple night)
|
:
|
In this simple night
When the half-moon
unfaces
And wind lazy winds
My mind on flying
Breaks through these
memories
Are those brightly
ones?
Or ones in
greyness...?
Nothing can explain
No one would remain...
In this simple night
The memoirs break my
wakeness
Which is down-laying
For the next simple
night?
Or the complicated
ones..?
Nothing can explain
No one would remain...
|
Irama melodi masih mengalun lembut, samar,
mengiringi percakapan mereka...
|
Hasto
|
:
|
“Ris, Kenapa kita ketemu lagi? Padahal, dulu
kau janji untuk tidak pernah melihat wajahku lagi.”
|
Rista
|
:
|
Manja
“itu bukan janji, itu emosi, penakit remaja.
Membuatku gelap mata, menipu diri sendiri. Sekarang, kenapa aku
ingin didekatmu lagi, karena aku mau meretas kembali benang
kenangan yang dulu pernah kita rajut indah.”
|
Hasto
|
:
|
“Berarti kamu memaafkan aku?
|
Rista
|
:
|
“Apa harus dijawab??”
|
Hasto
|
:
|
“Berarti, kamu juga sudah melupakan semua yang
telah terjadi??”
|
Rista
|
:
|
“Tentang apa yang kamu lakukan? Tentang Mira,
dan Lilin? Ah, buatku, semua adalah angin lalu, yang hanya
menghempas, membadai sesaat. Tapi akan hilang seketika, saat ia
mendapatkan ruang kosong. Bukankah sifat angin memang seperti
itu?”
|
Hasto
|
:
|
“Terus, apa yang kamu harapkan sekarang
dariku?”
|
Rista
|
:
|
“Seperti kubilang tadi, aku ingin meretas
kembali benang kenangan yang dulu pernah kita rajut. Kamu mau kan,
memberikan ujung utas benang itu?”
|
Hasto
|
:
|
“Apa aku punya alasan untuk menolak? Ris,
meskipun aku sudah melihat dan bahkan menikmati yang lain, yang
kupikir mereka lebih darimu, ternyata aku salah. Ada banyak hal di
dirimu yang tak bisa tergantikan, yang nggak mereka punya, aku
merasa kehilangan.”
|
Rista
|
:
|
“Kehilangan? Misalnya?”
|
Hasto
|
:
|
“Ah, apa harus dijelaskan? Aku yakin kamu
memahaminya.”
|
Rista
|
:
|
“Apa kamu yakin? Aku merasa kamu mengatakan itu
hanya karena kamu ada di dekatku sekarang.”
|
Hasto
|
:
|
“Maksudmu?”
|
Musik fade-out.
Rista tiba-tiba melepaskan tubuhnya dan menyudahi dansa mereka.
Lalu, ia menuju meja, menuang segelas minuman, dan duduk di sofa
menikmati minuman itu.
|
Rista
|
:
|
Tersenyum,
menyindir...
“Aku tahu siapa kamu, Has. Aku tahu gimana
perasaanmu. Saat ini kamu nggak bisa membuang Lilin dari hati dan
pikiranmu. Kamu terobsesi sama dia. Dan kamu nggak bisa bohong
soal itu.”
|
Hasto
|
:
|
Masih berdiri
“Kamu cemburu??”
|
Rista
|
:
|
Tertawa kecil,
seolah mengejek..
“Cemburu?? Ha, ha...buat apa cemburu sama dia?
Nggak ada alasan. Heh, buatku dia bukan sainganku di depan cowok
manapun. Karena aku yakin, aku lebih cantik dibanding dia... Dan
cowok-cowok itu akan lebih memilihku daripada dia. Kamu contohnya!
Ya, kan?!”
|
Hasto
|
:
|
Beranjak ke
belakang kursi tempat Rista duduk. Berdiri, sambil mendekap bahu
Rista dan mendekatkan mulutnya ke telinga perempuan itu.
“Dia istimewa dan menyita perhatianku. Tapi,
aku juga nggak bisa pungkiri, kalo kamu sungguh luar biasa dan
sulit tergantikan. Nggak ada yang bisa menyaingimu.”
|
Rista
|
:
|
“Sulit tergantikan??
Ah, aku nggak percaya! Aku yakin, seandainya sekarang ada Lilin,
kamu nggak berani sedekat ini sama aku. Malah, kamu sudah
mengusirku, mungkin!” (Melirik ke arah Hasto)
“Tapi it’s OK!
Bagiku nggak masalah kamu tetap akan memilih Lilin dan
mencampakkan aku. Aku juga nggak berharap kamu mau balik sama aku
lagi. Meski aku yakin, kamu tetap nggak akan pernah bisa nolak
untuk bersenang-senang sama aku. Makanya, aku minta kamu menemuiku
sekarang. Aku pingin...” (Tiba-tiba Rista berdiri, menarik
tubuh Hasto dan menghempaskannya di sofa. Lantas Rista duduk di
atas pangkuan dan menghadap Hasto. Ia menggoda lelaki itu dengan
membelai wajah, rambut, dada dan lehernya. Lalu, perlahan ia mulai
membuka (kancing) gaunnya...)
“Aku pingin, kita
mengingat kembali kenangan indah yang pernah kita rajut dulu.
Kenangan berupa kesenangan yang banyak dicari orang...”
(Perlahan, Rista mendekatkan bibirnya ke bibir Hasto. Laki-laki
itu tak berkutik. Tapi justru hanyut belaian Rista. Tanggannya
mulai meraba pakaian bawah Rista, hingga kulit paha yang mulus itu
tersibak.)
|
Tiba-tiba lampu
padam! Musik fade-in, kembali lagu The Simple Night mengalun.
Perlahan, lampu menyala remang, tapi tidak sampai menerangi dua
sejoli yang sedang asyik masygul itu.
Musik fade-out.
Pelan, lampu kembali spot di kamar tadi. Tampak Hasto terbaring di
sofa bertelanjang dada, rambut kusut masai, ikat pinggang belum
diikatkan. Ia memegang gelas minuman sambil memperhati-kan Rista
yang sedang merapikan make-up dan rambutnya. Rista pun lalu
membenahi pakaian-nya yang masih terbuka sebagian.
|
Hasto
|
:
|
“Kamu tidak ingin sedikit lebih lama menemaniku
dulu di sini? Ayolah, Ris..? Kenapa mesti buru-buru?”
|
Rista
|
:
|
“Satu keinginanku sudah kudapat. Ku pikir untuk
apa aku lama-lama di sini? Di luar sana, aku bisa mendapat
kesenangan yang lain. Kalo kamu ingin ditemani, kenapa kamu nggak
coba minta Lilin melakukannya? Siapa tahu, dia memang lagi pengen
sama kamu dan tidak sedang sama yang lain...”
|
Hasto
|
:
|
Terperangah
terkejut, mengernyitkan dahi. Lalu bangkit duduk.
“sama yang lain? Maksudmu?!”
|
Rista
|
:
|
“Hasto, Hasto,
kasihan kamu. Selama ini kamu merasa bisa menguasai para cewek,
tapi sebenarnya kamu itu nggak ada apa-apanya!” (Tersenyum,
seoalh mengejek)
“Kamu ingat, waktu
aku telphon kamu kemarin? Aku bilang kalo aku punya sesuatu yang
aku yakin kamu mau melihatnya.” (Mengambil HP nya dan
menyerahkannya ke Hasto)
“Ini! Coba buka menu
video, buka file judulnya JROT! Perhatikan dan nikmati rekaman
itu” (Masih keheranan, Hasto mengikuti apa yang dikata-kan
Rista. Setelah berhasil menemukan apa yang dimaksud, Hasto
membela-lakkan matanya melihat apa yang ada di rekaman HP itu)
|
Tiba-tiba, di sisi
seberang panggung. Tampak Lilin sedang bercumbu dengan seorang
lelaki! Sesekali Lilin mendesah, melenguh, dan tertawa cekikikan.
|
Hasto
|
:
|
Tampak menahan
marah
“Dari mana kamu dapet rekaman ini, Ris?!”
|
Rista
|
:
|
Menarik Hpnya dari
tangan Hasto
“Kenapa? Kamu nggak
percaya sama rekaman ini? Kamu sangsi dari mana sumbernya? Sayang,
dari mana aku dapatnya, kupikir itu nggak penting. Yang lebih
penting sekarang adalah, kalo kamu ingin bukti, kenapa kamu nggak
tanya Lilin? Ya, kan??” (Menyentuh pipi Hasto dan tersenyum
seakan mengejek.)
“OK, keinginan keduaku sudah terpenuhi. Aku mau
cari kesenangan yang lain dulu, ya...? Selamat bersenang-senang
juga! Mmuaa...ach!!” (Rista pergi meninggalkan Hasto)
|
Hasto
|
:
|
“Ris, tunggu, Ris!!
Aku butuh penje...” (Gusar)
Lampu berubah
|
#5
Lampu spot di salah
satu sisi panggung. Tampak Hasto gusar menahan marah. Sedang di
sisi panggung depannya, gelap. Tampak dua sosok sedang
bergerak-gerak di atas sofa. Lalu Hasto mengetuk pintu.
|
Hasto
|
:
|
Tok 5x
“Lin! Buka pintunya, Lin! Ini aku, mas Hasto!
Buka, Lin!”
|
Suara wanita
|
:
|
“Ya, sebentar.”
(Tampak sesosok perempuan muncul dari sisi panggung yang gelap
menuju pintu tempat Hasto berdiri. Dia Lilin, mengenakan pakaian
tidur yang menggoda, dengan rambut tergerai sedikit acak-acakan.
Lalu, (seolah) ia membukakan pintu)
“kenapa, mas?! Kok kayaknya lagi marah gitu.
Marah sama siapa? Kenapa?”
|
Hasto
|
:
|
Marah
“Nggak usah pura-pura Lin! Kamu selama ini
ternyata bohong! Di depanku aja kamu bertingkah manis, manja,
nurut, kelihatan setia...Tapi di belakangku, kamu main sama cowok
lain, Ya, kan? Ngaku aja!!”
|
Lilin
|
:
|
Tampak tenang,tapi
terlihat mengejek.
“Oo..oh, itu? Mas, bukannya aku yang harusnya
minta kamu terus terang, ngaku, sama cewek mana aja mas kalo nggak
pas sama aku??”
|
Hasto
|
:
|
“Apa maksudmu?!”
|
Lilin
|
:
|
“udahlah mas, ngaku aja, biar gampang! Mas
kemarin kangen-kangenan sama Rista lagi, kan?? Apa aku harus kasih
liat video rekaman waktu mas sama Rista kemarin, sebagai bukti..??
Tuh, masih kusimpan di HP!”
|
Hasto
|
:
|
“Kurang ajar!! Kamu mau menjebakku?!”
(Mencengkeram bahu Rista. Tiba-tiba muncul suara dari sisi
panggung yang gelap)
|
Suara
|
:
|
“Jangan coba-coba sakiti Lilin! Lepaskan
tanganmu!” (Sisi panggung gelap perlahan terang. Sekarang
tampak jelas siapa yang bersuara. Anggito, si bencong yang menjadi
sosok aslinya sebagai laki-laki)
|
Hasto
|
:
|
Terkejut
“Kamu!!”
|
Anggito
|
:
|
“Kenapa? Kaget?? Bukannya Anggi pernah bilang
ke kamu, hati-hati sama cewek. Nanti kamu bisa kedubrak, jatuh!”
|
Hasto
|
:
|
Marah
“Bangsat!! Kalian mau mainin aku!” (Tiba-tiba
Hasto menyerang Anggito. Terjadi perkelahian antara keduanya. Al
akhir, Hasto kalah, ia ter-kapar dihajar Anggito. Dia tersungkur
di lantai.)
|
Anggito
|
:
|
“Has, kamu lihat! Lilin sudah memilih
bersamaku. Dan kamu nggak punya hak apa-apa atas dia. Malah,
sekarang kamu nggak ada apa-apanya, nggak bisa apa-apa. Kamu
terpuruk! Mana kharismamu? Gimana rasanya dicampakkan? Coba tanya
ke Rista, apa rasanya sama??” (Tersenyum mengejek)
|
Hasto
|
:
|
“Bangsat!! Awas
kalian semua!!” (Pergi meninggalkan Anggito dan Lilin yang
menertawakannya.)
Lampu redup.
|
#6
Lampu spot di salah
satu sisi panggung. Tampak Hasto gusar menahan marah bercampur
sakit setelah dihajar Anggito. Sedang di sisi panggung depannya,
gelap. Tampak dua sosok sedang bergerak-gerak di atas sofa. Lalu
Hasto mengetuk pintu.
|
Hasto
|
:
|
Tok 5x
“Ris! Buka pintunya, Ris! Ini aku! Buka, Ris!”
|
Suara wanita
|
:
|
“Ya, sebentar.”
(Tampak sesosok perempuan muncul dari sisi panggung yang gelap
menuju pintu tempat Hasto berdiri. Dia Rista. Lalu, (seolah) ia
membukakan pintu)
“kenapa, Has? Kenapa kamu? Kok kayak habis
diamuk massa??”
|
Hasto
|
:
|
Tiba-tiba
mencengkeram bahu Rista, marah.
“Apa yang kau lakukan sama aku, Ris?? Apa mau
kamu?! Apa maksud-kamu??” (Tiba-tiba muncul suara dari sisi
panggung yang gelap)
|
Suara
|
:
|
“Lepasin tanganmu!! Jangan cari perkara!!”
(Sisi panggung gelap per-lahan terang. Sekarang tampak jelas
siapa yang bersuara. Yan, si perempuan-lelaki pacar Rista.
|
Hasto
|
:
|
Terkejut
“Ris?! Kamu..?!”
|
Rista
|
:
|
“Kenapa? Kaget? Heran? Kamu pikir kesenangan
cuma dari kamu? Kamu salah, Has!! Salah besar!!”
|
Hasto
|
:
|
“Kurang ajar!!” (Tiba-tiba Hasto hendak
berbuat kasar pada Rista. Tapi Yan buru-buru melindungi Rista.
Terjadi perkelahian antara Hasto dan Yan. Lagi-lagi, Hasto kalah
dan tersungkur di lantai terkena pukulan Yan.)
|
Yan
|
:
|
“Jangan pernah berpikir kau bisa seenaknya
nyakitin cewek! cowok bisa disakiti! Ini buktinya! Kamu kalah!!”
|
Hasto
|
:
|
“nggak! nggak! Aku
nggak akan kalah! Apalagi disakitin cewek! Lihat aja, kalian bakal
nerima balasannya!” (Hasto pergi meninggalkan Yan dan Rista,
yang tersenyum mengejeknya.)
Lampu berubah.
|
#7
Gending Jawa
bernuansa Rock, sedikit distorsi tanpa lirik. Lampu spot di tengah
panggung. Tampak sosok Hasto duduk, merangkak mundur ke arah
penonton, seperti orang ketakutan bercampur marah. Sesekali lampu
tampak berkilat.
|
Hasto
|
:
|
“Drupadi! Mengapa kau lakukan ini padaku?!
Bukankah kau ingat, aku hanya menjalankan perintah untuk
menelanjangimu.. Tapi kenapa hanya aku yang mengalami ini? Mengapa
bukan suamimu, Sakuni, Duryodana, atau orang-orang lain di
perjudian itu?!”
|
Suara wanita (Drupadi)
|
:
|
“Lupakah kau akan
nafsu dan angkaramu sendiri, Dursasana?? Lupa-kah kau, betapa aku
sudah memperingatkanmu untuk tidak melaku-kannya. Tapi nafsumu
telah mengalahkan dharmamu. Maka, seperti sumpahku, kau tidak akan
pernah menemui kembali indahnya kesucian para perempuan.
Sebaliknya, justu kau akan menjadi budak bagi mereka! Kau adalah
perlambang bagi mereka yang serupa denganmu, pemuja & penguasa
nafsu! Dan sekarang, tunjukkan kuasa nafsu itu, seperti yang kau
lakukan padaku di perjudian lalu! Lihat mereka!!” (Tiba-tiba,
muncul dua penari perempuanyang cantik dan seksi, mengenakan
topeng. Keduanya bersama mendekati Hasto di tengah panggung.
Mereka lantas mempermainkan laki-laki itu, menggodanya.)
“Tak perlu kau
melucuti mereka, Dursasana! Tapi biar mereka lucuti diri mereka
sendiri. Lalu nikmati mereka, permainkan mereka seperti kau
mempermainkan aku! Puaskan dirimu! Bukankah itu yang memang kau
mau?!” (Lantas kedua penari itu berdiri di hadapan Hasto.
Seperti penari striptis, mereka meliuk-liukkan tubuh sambil
perlahan melucuti satu-satu busana mereka, diiringi lagu.)
|
Lagu #5
(Cangkangku kutang-galkan)
|
:
|
Ini cangkangku,
kutang-galkan,
Kanthi sibak, bak
pualam
Ini tubuhku,
kusajikan,
Kanthi utuh,
nikmatilah
Cangkangku, kubukakan
Tubuhku, kusajikan
Nikmati, titianmu
Di helai kulitku
Dan lembar nafsumu!
|
Hasto
|
:
|
“Tidak, Drupadi!
Tidak! Jangan kau lakukan ini padaku! Aku tak bisa, aku tak
sanggup! Tidak, Drupadi! Jangan!!” (Tiba-tiba kedua sisi
samping panggung terang. Tampak dua pasang sejoli, Yan – Rista &
Anggito – Lilin, di setiap sisi panggung itu. Mereka saling
mendekap sambil menatap dan menertawakan Hasto yang sedang
dipermainkan kedua penari. Sedang kedua penari itu, menjatuhkan
tubuhnya, merebahkan Hasto dan mempermainkan-nya seolah ia
perempuan yang hendak diperkosa.)
“Tidak! Tidak!
Tidaa...aak!!!”
Lagu berlanjut,
semakin keras. Selang sesaat, lampu meredup dan spot di tengah
panggung tepat di kedua penari. Bersamaan lirik / melodi lagu
terakhir berhenti, keduanya freeze. Dan lampu padam
SELESAI
|
Posting Komentar