Mewujudkan peserta didik yang unggul dalam Prestasi dan Iman yang mantap
Data Sekolah
Galery
Tugas TIK Kelas XI
ORGANISASI MAN 2 PEKALONGAN
KeGiatan Documentasi Sekolah
MAYAT MAYAT CINTA
Minggu, 14 November 2010


CANGKANG #1 :

MAYAT MAYAT CINTA





(C) 2008 Agung Wijaya




Hak Cipta Dilindungi Udang-undang
Dilarang keras mempergunakan sebagian atau keseluruhan naskah ini tanpa ijin dai penulis. Mementaskan naskah ini diharuskan membayar royalti sebesar 10% dari hasil penjualan tiket atau melakukan permohonan ijin jika tidak menjual tiket.
Kontak perijinan naskah ini bisa dialamatkan ke :

Agung Wijaya -- azolapinata@yahoo.com, atau
Gamblank Musikal Teater Yogyakarta – zonagamblank@yahoo.com


# 0
Mukaddimah
Lagu pembuka (Lagu 1)

# 1
Lampu temaram, diikuti spot besar di tengah panggung.
Tiba-tiba, seorang laki-laki kasar masuk dari sisi panggung sambil mencengkeram rambut & menyeret seorang perempuan cantik. Perempuan itu menangis, memperlihatkan kepedihan hatinya. Ia dihempaskan ke lantai dengan kasar. Musik masih mengalun mengiringi peristiwa ini...

Dursasana
:
“Menurutlah Drupadi, karena kau sudah milik kami! Kau adalah pelayan kami sekarang. Suamimu Yudhistira telah mempertaruhkan dirimu di arena perjudian ini. Dan ia telah kalah..!”
Drupadi
:
(Masih terduduk bersimpuh dan tersedu. Suaranya ditekan)
“Bagaimana mungkin Tuan-tuan membiarkan diriku dijadikan taruhan oleh orang yang telah kalah berjudi? Bukankah para penjudi adalah manusia-manusia jahat yang ahli tipu muslihat?! Suamiku telah menjadi budak karena kalah, dan ia bukan manusia bebas lagi. Karena-nya ia tak berhak lagi mempertaruhkan aku...”
Dursasana
:
“Sejak semula ia telah rela akan mempertaruhkan semua miliknya. Itu berarti bukan hanya harta benda, tetapi juga dirinya sendiri, saudara-saudaranya, termasuk kau, istrinya...!”
Drupadi
:
(Menghadap ke arah penonton, seolah ia menatap hadirin arena perjudian itu)
“Tuan-tuan yang terhormat, jika kalian memang mencintai dan meng-hormati kaum ibu yang telah melahirkan dan menyusui kalian, jika penghargaan terhadap istri, saudara perempuan atau putri kalian benar-benar tulus, jika kalian percaya pada Yang Maha Agung dan menjunjung tinggi dharma, jangan biarkan aku dihina seperti ini..! Lakukan sesuatu! Penghinaan ini lebih kejam dari kematian!!”
Dursasana
:
“Drupadi, tak perlu kiranya kau berucap seperti itu! Tak ada gunanya sudah, karena justru mereka menjunjung tinggi dharma, kehormatan & etika, mereka mengerti bahwa mereka tak punya hak untuk berlaku apapun. Mereka hanya penonton sekarang, bukan penegak kebenaran! Pahamilah, sesungguhnya mereka mulai menikmati suguhan indah ini. Maka jangan kau buat mereka kecewa. Tapi buatlah mereka lebih setia menatapmu, lebih hangat bersama hasratku mempermainkanmu! Lihat, di sana suami-suamimu telah dengan rela menyerahkan dirinya bulat utuh tanpa busana, sebagai bentuk pengakuan kekalahan dan pertaruhan mereka. Mengapa kau tidak berlaku seperti mereka?!”
Drupadi
:
“Jika Yudhistira dan saudara-saudaranya rela menanggalkan kehormatan mereka, maka itu tidak akan terjadi padaku! Karena kira-nya mereka mengakui bahwa tak ada lagi kehormatan yang lekat pada dirinya. Tapi aku, seorang perempuan suci, istri sah atas nama dharma dari laki-laki yang dipilihkan untukku, perempuan suci yang dari rahimnya juga akan keluar keturunan suci, tak akan kunodai kesucian ini. Tak akan kulepaskan pakaianku, bahkan untuk sehelai benangpun. Karena ini adalah cangkang, perlambang dari kewajiban dijaga, dibela dan dipertahankannya kesucian itu. Inilah yang telah di...
Dursasana
:
(Memotong kata-kata Drupadi. Marah, ia menghardik perempuan itu...)
“Persetan dengan segala bentuk kesucian dan cangkang itu! Jika kau memang istri yang menjunjung tinggi dharma dan setia pada suami, maka selayaknya kau senasib seperti mereka. Jika kau merasa tidak sanggup menanggalkan sendiri busanamu, biar aku yang melucuti-nya!!”

Dengan beringas dan bernafsu, Dursasana menyentuh tubuh Drupadi dan meraih bajunya. Ia akan mulai melucuti dan menelanjangi perempuan malang itu... Drupadi meronta, berontak, berusaha mempertahan-kan diri. Ia berdiri dan berlari mencari tempat berlindung. Bahkan sampai ke tempat hadirin yang menyaksikan peristiwa ini. Tapi Dursasana tak tinggal diam... Ia makin bernafsu melihat Drupadi ketakutan. Sambil tertawa keras, ia mengejar Drupadi, menyeret dan menghempaskannya lagi ke lantai.

Lagu bernuansa rock muncul menghentak,
Lagu #1
(Saat nestapa)
:
Saat kenistaan merajalela
Maka entah kemana perginya dharma
Ketika nestapa mulai dibuka
Maka tinggallah dosa menjadi raja

O... inilah awal sejarah
Kala kesucian tak lagi indah
Tapi malah dirajah
Oleh nafsu yang serakah...

*) O... inilah awal sejarah
Karena kesucian telah dijarah
Maka dunia jadi rebah
Dan lelaki akan menyerah...

Lagu masih mengalun, mengiringi Dursasana yang mulai menelanjangi Drupadi. Bagian demi bagian, busana itu tersobek oleh tangan-tangan kasar si lelaki yang angkara. Drupadi meronta, berontak dan ber-lari dengan tubuh yang mulai tersibak. Dursasana meraihnya kembali, menyobek lagi benang-benang cangkang itu...Drupadi meronta, dan tubuhnya terhempas...Sambil menangis, ia luapkan murkanya dengan mengucap sumpah...

Drupadi
:
“O... penguasa semesta Yang Maha Suci, kepadaMu kuserahkan segala keyakinanku. Atas nama kesucianMu, kumohon Kau dengar ucapan-ku...! Aku bersumpah! Hari ini adalah awal sejarah, kala kesucianku dirampas, maka dunia akan berlumur nista. Nista yang akan menjadi awal celaka, bagi dia & kaum-kaumnya yang melucutiku, yang terus akan dicatat menjadi cerita seisi dunia. Nista yang akan membuat laki-laki, justru tidak akan pernah menemui kembali indahnya kesucian.. Nista yang membuat mereka jadi budak bagi perempuan, atas nama nafsu dan cinta yang sesungguhnya abu-abu!! Nista yang akan mem-bawa mereka pada ujung dunia...!”
Lagu kembali menghentak, lalu berlanjut *)
Fade-out,. Panggung tiba-tiba sunyi.

#2
Lampu temaram, indah tapi juga muram. Di sebuah kamar. Sayup-sayup musik bernuansa ghotic terdengar.
Dua perempuan. Yang satu tampak seperti seorang lelaki, meski garis wajahnya tetap menampilkan ia perempuan. Sedang satunya perempuan tulen, ayu dan sintal. Di atas sofa panjang, mereka saling menikmati keberadaan satu sama lain. Perempuan-lelaki itu benar-benar seperti lelaki, yang menikmati tubuh perempuan pasangannya. Ia mencumbui si perempuan dengan lembut Sedang si perempuan tulen, sungguh menikmati hasratnya. Mereka saling bergumul. Si perempuan tulen duduk bersandar sofa. Perempuan-lelaki merayap mendekatinya dengan mata penuh nafsu. Liar! Ia meraih baju si perempuan tulen dan mulai menanggalkan (kancing)-nya. Sedikit demi sedikit tubuh si perempuan tulen tersibak. Tapi, sebelum tanggal seluruh baju itu, ia bangkit berdiri menghindari si perempuan-lelaki. Ia menarik nafas panjang sambil berusaha membenahi pakaiannya, menutupi kembali tubuh sintal miliknya. Dan si perempuan-lelaki itu menatapnya tajam menampakkan kekecewaan..

Yan
:
“Kenapa, Ris? Nggak biasanya kamu nolak kayak gini!”
Rista
:
“Sori, Yan.. . Aku nggak bisa lagi...”
Yan
:
“Nggak bisa lagi? Maksudmu?”
Rista
:
“Ya nggak bisa lagi!” (Hening)
“Aku nggak bisa melakukan ini lagi sama kamu!”
Yan
:
“Kamu sudah nggak sayang aku lagi? Gitu?!”
Rista
:
“Kita menipu diri kita sendiri. Kita sudah menyimpang...
Yan
:
Menyeringai, bernada mengejek
“Kamu habis dari mana, sih?! Sampe kesambet malaikat terus ngomong gitu...?”
Rista
:
Kesal!
“Yan. Ini serius!!”
Kita sama-sama cewek, Yan...”
Yan
:
Menyeringai, bernada mengejek
“Cewek?? Kamu kali yang cewek!.”
Rista
:
“Yan! Sadar, Yan! Lihat diri...”
Yan
:
Memotong, & marah
“Trus kenapa kalo’ kita sama-sama cewek?! Selama ini aku juga memperlakukanmu sebagai cewek kan? Dan aku menempatkan diriku sebagai seseorang yang dibutuhkan cewek seperti kamu.”
Rista
:
“Kamu yang butuh, bukan aku! Sadar nggak sih?”
Yan
:
“Justru karena aku sadar aku melakukan ini semua!” (Diam, menumpahkan kekesalan. Mengambil bungkus rokok di atas meja, mencabut sebatang, mengambil korek & mau menyalakannya. Tapi tidak jadi.)
“Lagi pula, apa sih bedanya? Apa juga salahnya kalo kita sama-sama cewek?!”
Rista
:
“Jelas salah, kita menyalahi kodrat”
Yan

Menyeringai, bernada mengejek
“Kodrat?! Heh,... Kodrat apa, Ris? kodrat cewek?? Apa coba ukuran kodrat cewek itu? (Yang ditanya diam. Hening sesaat.)
Rista
:
“Yang jelas Di dunia ada berbagai hal berlawanan yang dipasangkan. Siang malam, gelap terang, semuanya. Semuanya berlawanan... dan kita sejenis. Magnet aja kalo sejenis juga tolak-menolak.”
Yan
:
Hidup jangan pakai Fisika.
Rista
:
Jangan juga melulu filsafat!
Yan
:
Filsafat dari Hongkong?
Rista
:
Dari mesir!
Yan
:
“Ris. Aku jelasin ya. Ukuran dirimu sebagai cewek itu siapa yang menentukan?”
Rista
:
“Yang pasti bukan kamu. Ini ketentuan alami!”
Yan
:
“Ukuran kita sebagai Cewek, itu tapi tak lebih dari ukuran yang dibuat cowok-cowok. Coba tanya sama mereka yang laki-laki (sambil mengarahkan pandangan/menunjuk pada penonton), apa yang pertama kali mereka lihat dari diri seorang perempuan??
Rista
:
“Tanya aja sendiri.”
Yan
:
“Pasti jawabannya fisik. Wajah cantik, tinggi, rambut panjang, hidung mancung, dada seksi, pinggang langsing, pinggul seksi, kaki jenjang, paha mulus, bibir sensual. Kalo ada yang liat cewek dari kepribadian, Bulshit!! Itu munafik!
Rista
:
“Itu cowok-cowok yang pernah kamu kenal. Nggak semua kaya gitu Ris.”
Yan
:
“Cowok lebih banggain penampilan ceweknya, daripada otak atau ketrampilan di luar kamar. Apa yang mereka lihat pertama, itu yang jadi ukuran.
Bahagia-lah cewek yang sampulnya bagus. Mereka pasti laris, jadi pusat perhatian, jadi rebutan. Dan kalianpun pasti bangga kalo’ digituin. Kamu juga kan?”
Rista
:
“Menurutku nggak gitu-gitu banget. Ngobrol nyambung, becanda nyambung, chemistry nyambung, saling berusaha mengerti, klik. Ya udah...”
Yan
:
“Karena kamu cakep. Coba kalo kamu item, gendut, mukanya nggak jelas hidung kemana bibir kemana,. Kamu bakalan sibuk menata hati supaya tahan nggak diperhatiin. Sibuk cari tempat training kepercayaan diri. Ya, kan? ....
Rista Diam... Yan memanfaatkan lagi situasi... mendekati.. mengelus rambut dan sebagainya...
“Kamu mungkin nggak sadar sayang... kamu tuh.. . sexy banget tahu nggak sih....” (Yan hampir mencium Bibir Rista).
Rista
:
“Seksi atau nggak, itu kan kodrat alam, bawaan lahir. Nggak salah, kan?!”
Yan
:
“Cara pikir kamu yang salah!”
Rista
:
“Kok aku yang salah?!”
Yan
:
“Kalo bukan kamu siapa? Pak Harto yang salah?
Kalo’ karena kamu itu seksi, semua cowok berebut, tanpa sadar kamu terdorong untuk semakin sexy. Makanya Natasya, LBC dan sebagainya itu tambah rame. Terus, cewek-cewek yang agak blurek pada sibuk menata hati dan kesabaran. Berarti cewek sudah jadi korban?!”
Rista
:
“Korban?? Korban apa? Korban siapa?!”
Yan
:
“Ya korban pikiran kotor cowok-cowok tadi!”
Rista
:
“Apa buktinya kalo cewek-cewek itu korban?”
Yan
:
“Ngapain mereka dandan? Ngapain rebonding, pake deodoran, sibuk cari pemutih wajah. Berburu kosmetik dan baju biar seksi, sibuk ngurusin badan, sedot lemak, terapi ozon...untuk apa? Ngapain juga banyak yang ikut-ikutan berpenampilan kayak artis? Biar dilihat cowok, kan? Padahal ujungnya cowok Cuma pengen nidurin cewek, bikin video bokep sendiri pake Hp.”
Rista
:
“Bukannya memang kodratnya kalo’ perempuan itu dandan, bersolek dan tampil seksi biar dilihat orang lain?”
Yan
:
“Lagi-lagi kodrat!! Kodrat dari Mesir? Ris, kodrat itu bukan baju siap pake. Kodrat itu adalah potongan kain yang gimana bentuk bajunya tergantung kita yang buat. Kodrat itu pilihan, kita yang tentukan sendiri!”
Rista
:
“Ya, toh para cewek itu juga memilih seperti itu.”
Yan
:
“Kalo para cewek berusaha tampil cantik, cuma untuk dilihat orang, jadi objek perhatian, tapi tanpa pernah tahu apa ia benar-benar cantik, itu berarti kecantikannya cuma objek, yang diukur oleh kehendak orang lain. Kalo sudah atas kehendak orang lain, itu berarati ia terjajah. Ia adalah korban!!”
Rista
:
“Yan, kamu tuh cuma iri nggak bisa dandan seksi, kan?”
Yan
:
“Sori ya! Aku nggak mau jadi korban. Aku nggak mau jadi objek ukuran orang lain. Justru karena aku tahu gimana diriku, apa yang ada di otakku, makanya aku membuat diriku sepatutnya. Kamu pernah baca buku Si Parasit Lajang-nya Ayu Utami? Ayu Utami yang memilih dan punya 10 alasan untuk nggak bakalan menikah, seperti itulah aku menentukan seperti apa diriku. Aku nggak mau munafik. Aku nggak mau membuat cangkang yang cantik di luar, tapi kosong di dalam. Aku mau mengendali-kan diriku sendiri.”
Rista
:
“Aku nggak ngerti maksudmu?!”
Yan
:
“Inget Ris. Kamu deket sama aku setelah kamu disakitin cowok. Aku jadi tempat berlindung kamu. Nyatanya, sekarang hidupmu benar-benar jadi bergairah, kan? Dari itu harusnya kamu paham, kalo sebenarnya bukan cowok yang kamu butuhkan. Mereka yang butuh kamu, Artinya apa? Kalo para cewek kayak kamu nggak ada, para cowok bakalan sengsara. Mereka nggak bakalan punya gairah hidup, nggak semangat, stres. Kalo ada cowok habis lihat cewek seksi, terus horni, tapi nggak kesampean, terus mereka ngapain?”
Rista
:
(Diam sesaat) “Onani...”
Yan
:
“Ya itu, apalagi...? Onani! Konyol banget nggak sih cowok-cowok.”
Rista
:
“Terus, hubungannya sama jadi korban?”
Yan
:
“Cewek itu paling bisa nahan diri, nggak kayak cowok. Cowok yang harusnya jadi korban. Jadi, kenapa cewek nggak menguasai dirinya sendiri sekaligus menguasai cowok? Makanya, jangan terhanyut rayuan cowok! Buat mereka sengsara karena nafsunya sendiri, sampai mereka nggak bisa menguasai dirinya sendiri!”
Rista
:
“Kamu gitu karena kamu sendiri pernah kecewa sama cowok, kan?”
Yan
:
“Ah, itu nggak penting, Ris!”
Rista
:
“Ngaku aja, Yan. Kamu sebenarnya nggak bisa mungkir kalo’ kamu butuh cowok. Tapi kamu terlanjur kecewa, makanya kamu kayak gini sekarang.”
Yan
:
“Apa buktinya?”
Rista
:
“Kamu milih jadi kaya cowok ketimbang jadi cewek tulen, yang bisa dandan. Bukan-nya kalo kamu jadi kayak cowok kamu malah jadi korban kayak yang kamu bilang barusan? Kenapa kamu nggak jadi cewek yang justru bisa menguasai?!”
Yan
:
“aku pengen tetap bisa menikmati sekaligus menguasai!”
Rista
:
“Nggak! Di balik dua dada yang berusaha kamu tutupi itu, tetap ada gejolak untuk bisa dielus, digerayangi cowok. Di balik celana jins yang kamu pake, tetap ada hasrat yang cuma bisa dipenuhi cowok. Tapi kamu berusaha ngelawannya, karena dendammu sama cowok lebih besar. “
Yan
:
“Tapi toh aku masih bisa puas sama cewek kayak kamu?”
Rista
:
“Tapi semu!! Aku nggak yakin apa kamu benar-benar puas bercinta sama aku. Aku malah yakin, kalo kamu masih masturbasi memenuhi gejolakmu, seperti halnya cowok2 onani. Ya, kan?!” (Yan tidak merespon. Hening... Kemudian Rista mengemasi barang-barangnya sambil meneruskan kata-katanya.)
“Sudahlah, Yan. Aku capek berdebat sama kamu. Aku nggak mau lagi menipu diri sendiri. Nggak peduli itu kodrat atau pilihan. Nggak peduli aku jadi korban atau bukan. Aku masih butuh laki-laki, sekarang! Seperti saranmu, aku memilih atas kehendakku sendiri. (Rista beranjak pergi. Yan menahannya.)
Yan
:
“Ris, kamu nggak ngerti Ris. Aku nggak akan pernah berhenti mencintaimu. Aku nggak akan pernah rela kamu mencintai cowok!”
Rista
:
Rista berusaha melepaskan cengkeraman Yan.
“Jujur, Yan.., aku juga masih sayang kamu. Tapi aku harus lebih menyayangi diri-ku sendiri!”
Yan
:
“Kamu nggak akan bisa mengelak dariku, Ris. Kamu akan selalu ingat apa yang telah kita lalui bersama. Itu akan selalu meng-hantuimu!”
Rista
:
“Aku nggak peduli dengan segala ingatan itu. Biar itu jadi masa lalu kita masing-masing!” (Rista melepaskan cengkeraman Yan dan pergi meninggalkan Yan sendiri.)
Yan
:
Lantang, ke arah sisi panggung tempat Rista keluar dan menghilang.
“Kita lihat Ris, siapa yang lebih kuat dan bisa menguasai! Aku, kamu, atau cowok-cowok bangsat itu. Aku yakin, kamu pasti kembali padaku! (Yan menghempaskan kursi, lalu bergumam..)

Lampu meredup, diikuti lagu. Muncul penari-penari bertopeng, menari dengan maksud tak jelas
Lagu #2
(Yang tak jelas)
:
Mana jantan, mana betina
Keduanya sama tak jelas rupa
Mana jantan mana betina
Keduanya sama hendak berkuasa

Mana jantan mana betina
Saat dharma berbalik karma
Tak ada satu punya makna

#3
Lampu terang, full stage.
Sebuah cafe. Tampak sepasang sejoli sedang duduk menikmati wedhang ronde dengan makanan khas angkringan. Ada sate usus, tahu, tempe & nasi kucing pastinya. Tiba-tiba, dari pintu masuk penonton, masuk seorang bencong cantik dan atraktif, Anggi namanya. Membawa alat musik khas kalangan mereka. Serta merta ia menyapa penonton.

Anggi
:
“Halo mbak, mas, om... sori ne Ek ganggu. Lagi pada asyik ya... Sori ye, Ek cuma mau numpang ngamen. Tadi waktu Ek lewat depan sini, Ek lihat rame-rame. Ek pikir pada mau kumpul kebo, e..ternyata kumpulan kebo, pada mau nonton boneka. He, sori! Ee..pak sutradara, sori ye, Ek nyela benta...ar aja. Itung-itung bagi-bagi rejeki, bo! (ada sahutan dari penonton, jawaban sang sutradara)
Mulai, ye...??” (Anggi mulai memainkan alat musiknya, melantunkan lagu Jablai yang diubah liriknya & berjoged, diiringi musik panggung.)

Lagu #3
(Si imron letoy)
:
Swer ewer ewer dubrak!

Waktu tamasya, di Gembira Loka
Pulang-pulang ku kenal si dia
Tawar-menawar ku janjian, sayang...
Harga gopek, au! di hotel berbintang

Reff: *)
Lay 6X, imronnya tenyata letoy
Lay 6x, jadinya cepat lunglai

Lay 6x, imronnya ternyata letoy
Lay 6x, Ek nggak jadi asoy

Nggak bisa-bisa, dia tetap maksa
Terus-terusan dielus imronnya
Juga minum obat kuat dia, sayang...
Tapi tetap tu, si imron kepayang...

Anggi
:
“Makasih ye, pak sut. Sawerannya, mas, mbak...?”
Anggi menyeruak ke arah penonton, minta saweran jasa ngamen. Sesekali ia menggoda penonton, yang laki-laki ataupun perempuan, dengan genit dan nakal. Setelah puas dengan penonton, ia beranjak keluar ke arah pintu ia masuk. Tapi tidak jadi.

“Adu..uh, yang di tengah lupa. Sayang, bo. Siapa tahu bisa genep dapetnya, bisa nambah-nambah beli komunikator” (Anggi mendekati para pemusik, minta saweran. Dia melayani godaan para pemusik. Setelah itu, ia menghampiri dua sejoli tadi.)

“Sori, mbak, mas...ganggu. Sawerannya, dong...?” (Tiba-tiba)
“Ya, ampow...mas Hasto. Ii..ih, nggak nyangka de, Ek ketemu mas di sindang. (sesaat melihat pasangan Hasto) Ye.., ganti pasangan lagi ne, mas? Seingat Ek, habis sama Rista, mas Hasto sama Mira, kan? Dah bosen ye, sama Mira??”
Hasto
:
Berbisisk keras
“Hus, ojo seru-seru, no!! Ndak konangan!!
Anggi
:
“Ah, mas Hasto ne sok malu, jaim... padahal biasanya malu-maluin. Kenalin dong, mas...?”
Hasto
:
“Yo! Lin, ini Anggi. Nggi, ini Lilin...”
Lilin
:
“Lilin...”
Anggi
:
“Lilin? Lilin-lilin kecil? He... namanya uneng de bo. Ek, Anggi.”
Lilin
:
“Anggi siapa?”
Anggi
:
“Anggi Putri, he... eh, tapi aslinya se, Anggito. Ha, ha...”
Hasto
:
“Kamu tambah cantik aja, Nggi?”
Anggi
:
Sambil menarik kursi di meja sebelah.
“Ah, mas Hasto ne bisa aja...Biasa lah, mas..banyak pelanggan. Jadi aku harus jaga penampilan. Biar nggak pada kabur tu, lumbung maniku.” (Ke arah Lilin)
“Dah lama ya, jalan sama mas Hasto? Gimana? Hot nggak, dia? Eh, kalo sama mas Hasto tu, ye harus strong. Mas Hasto tu maniak bo! Nggak ada yang bisa ngalahin dia! Kecuali...” (genit)
Lilin
:
“Kecuali, siapa??”
Anggi
:
“Kecuali...Ek! He...”
Hasto
:
“Pacar kamu sekarang siapa, Nggi??”
Anggi
:
“Pacar? Ehmm..., banyak se mas.
Hasto
:
“ya yang resmi dong...”
Anggi
:
“O.. resminya se, ya.. banyak juga! He... maklum lah, Ek kan AC-DC. Jadi bisa bolak-balik. Dayaku estede, 900 watt. Tergantung instalasinya, mau seri boleh... paralel, siapa tekut...! Sayang kan, daya segitu nggak dimanfaatin” (Tiba-tiba nada dering HP Lilin berbunyi.)

Lilin
:
“Ya, Sher? O.., kalian dah pada kumpul? .... semua? Ok, deh. Aku ntar lagi nyusul, gabung sama kalian. Tunggu, ya? Daa...aag. Mmmuach!”
(HP dimatikan. Berkata pada Hasto, manja)
“Yang, sori ya...temen-temen dah pada ngumpul ne, di tempat Sherly. Acaranya dah mau dimulai. Aku pergi dulu ya, nyusul mereka. Nggak pa-pa, kan?”
Hasto
:
“ya udah mas anter aja.?”
Lilin
:
“Nggak usah, mas. Aku naik taksi aja. Lagian mas kan ada janji, dari-pada ntar telat, kan jadi nggak enak. Aku pergi sendiri aja, gapapa kok. Ok??”
Hasto
:
“Ya, udah. Kalo Lilin bisa pergi sendiri ga papa. Tapi ati-ati, ya...? Kalo ada apa-apa, bilang.”
Lilin
:
“Ok! Nanti kalo sudah sampe di tempat Sherly, Lilin telphon. Lilin pergi dulu ya..?” (Berdiri menenteng tasnya. Mendapat ciuman dari Hasto, lalu beranjak pergi meninggalkan Hasto dan Anggi.)
Hasto
:
“Gimana Nggi Lilin, menurutmu? Sip, nggak??”
Anggi
:
“Wah, kalo model gitu sih, Ek rela make tongkat Ek, mas..! Mata sama bibirnya, gilang bo! Seksi banget!! Bodinye apalagi...! Nemu di mana mas?”
Hasto
:
“Dia itu dulu pacarnya temenku. Waktu pertama kali temenku ngenalin aku sama dia, aku sudah mulai suka. E..ternyata dia juga suka sama aku. Lama-lama, kita makin dekat. Awalnya biasanya aja, terus kita jalan, kencan, & macam-macam...”
Anggi
:
“Macam-macam? Maksudnye...? Ii...ih, pasti gitu deh, mas Hasto. Terus, temen mas itu, gimana? Tahu, nggak?!”
Hasto
:
“Pertamanya sih, dia nggak tahu. Lilin pinter juga akting. Kalo sekarang, aku nggak tahu pasti dia ngerti nggak. Pengakuan Lilin sih, mereka sudah putus.”
Anggi
:
“Lha selama ini, mas Hasto sama temen mas itu, gimana?”
Hasto
:
“Ya biasa aja sih,..kayak nggak ada apa-apa. Kita masih teman.”
Anggi
:
“Mas, rahasianya apa se, kok bisa tahan ganti-ganti gitcu?”
Hasto
:
“Rahasia? Ah, nggak ada. Aku nggak pake macem-macem. Aku cuma pake KHARISMA!”
Anggi
:
“Kharisama?! Maksudnye, apa mas?! Anggi nggak ngerti, de..!”
Hasto
:
“Nggi, sebagai cowok, aku butuh cewek. Hidup kita tu rasa-nya kosong kalo nggak ada makhluk yang namanya wanita. Wanita itu...energi, motivasi, atau pembuluh bagi darah kita. Pokoknya, wanita itu harus ada untuk laki-laki. Sebaliknya, wanita tu nggak akan ada artinya tanpa ada laki-laki. Dalam hal ini, keduanya sama-sama punya kepentingan. Tapi, kita sebagai lelaki harus jaga imej, jangan sampe keliahatan banget kalo kita butuh wanita. Tapi sebaliknya, gimana caranya biar mereka yang merasa nggak ada artinya kalo nggak punya lelaki. Nah, supaya mereka bisa menentukan mana yang mereka mau atau pilih, kharisma diri kita berbicara...”
Anggi
:
“Ooo, bule..et. gitcu, to... tapi, kalo orang kayak Ek gindang, gimana mas? Ada kharismanya, nggak?”
Hasto
:
“Ye, kalo ente sih, karena AC-DC, kayaknya nggak perlu tu kharisma. Kan bisa hermaprodit, biar dapet dua-duanya”
Anggi
:
Tertawa genit.
“Ember....! Ehmm.. tapi mas, pernah nggak, merasa disetir, dikendali-kan, atong merasa sangat bergantung sama cewek? Misal, kangen Ek, gindang. He...”
Hasto
:
“Ya, kalo itu sih pasti pernah. Rasanya nggak enak! Kesel, tapi juga butuh. Aku nggak bisa nyangkal, kadang sebagai laki-laki, suatu saat kita juga butuh dimanja, butuh perhatian, dan pastinya, butuh layanan mereka juga...”
Anggi
:
“Layanan? Maksudnye, servis..?!”
Hasto
:
“Huss, ojo cethek ngono pikirane! Maksudnya, ya perhatian mereka kalo pas kita butuh sesuatu. Dibeliin kaos kaki kalo pas punya kita dah bolong. Dibeliin pasta kalo punya kita pas habis dan gigi kita dah berkarat. Diperhatikan penampilan kita. Atau yang lainnya...”
Anggi
:
“Tapi termasuk servis luar dalam, kan...? Ya, kan? (2x)”
Hasto
:
Sedikit berbisik.
“Ya, kalo itu sih, tempo-tempo...secelup dua-celup, boleh lah...” (Keduanya tertawa)
Anggi
:
“Mas, pernah nggak, punya hasrat, seneng sama seorang cewek, tapi mas nggak bisa dapetin tuh cewek? Apa yang mas rasain?”
Hasto
:
“Ya, pasti pernah, lah... Rasanya, ya tadi itu. Nggak enak! Kayak kalo kita pingin be’ol, tapi nggak kesampean. Kagol!
Anggi
:
“Terus, mas ngapain kalo dah gitu?! Pasti...”
Hasto
:
“Pasti apa?!”
Anggi
:
“Pasti nyabun, kan...?! He...”
Hasto
:
“Ye, itu sih ente...” (Keduanya tertawa)
“Tapi gimana, ya... aku juga kadang nggak habis pikir, kenapa laki-laki tetap harus bergantung sama cewek, meski untuk beberapa hal. Ter-utama untuk masalah perasaan, hati atau hasrat! Apa karena laki-laki dilahirkan oleh perempuan, ya?”
Anggi
:
“Ah, kalo itu sih, Ek bisa jelasin mas! Gampang! Semuanya karena takdir dan alamiah!!”
Hasto
:
“Takdir? Alamiah? Maksudmu?!”
Anggi
:
“Begindang mas, secara biologis, dalam tiap sel tubuh setiap makhluk hidup tu kan ada kromosom, tempatnya gen. Kita, manusia ne, punya 23 pasang kromosom. Salah satunya adalah kromosom sex, yang menentukan jenis kelamin kita apa, gitcu... Kalo kromosomnya XX, jadi cewek. Kalo XY, jadinya lekong. Nah, itu artinya, setiap lekong tu bawa satu kromosom X, yang sebenarnya penentu kelamin wanita. Terong, kromosom Y tu sebenarnya asalnya dari kromosom X, tapi mengalami de-gra-da-si, ter-ki-kis, so gennya jadi lebih sedikit, en... menyebabkan terbentuknya ‘tongkat’ pada lekong. So, wajar kalo mas Hasto yang lekong merasa sangat bergantung pada cewek-cewek, cos di dalam tubuh mas Hasto tu ada unsur ceweknya. Gitcu....”
Hasto
:
“Wah, nggaya tenan... lu tahu dari mana penjelasan kayak gitu, Nggi?”
Anggi
:
“Eeit, jangan salah bo... ginong-ginong, Anggi ni pernah jadi maha-siswa jurusan biologi salah satu perguruan tinggi negeri di Yogya, bo. Kampus Ek tu, kulon jalan Affandi, yang dulu jalan Gejayan.. en, satu lagi. IPK Ek tu, semi-kum lau-de. Maklum, Ek kan suka yang semi-semi. En, kebetulan Ek paling suka sama materi reproduksi dan genetika. So, penjelasan gitcu se.., keci...il”
Hasto
:
“Kalo gitu, kamu jadi kayak gini juga karena kromosom-X, itu??”
Anggi
:
“Embe..er, kali ye...”
Hasto
:
“Tapi, kenapa laki-laki terus jadi bisa berkuasa, terkesan dominan, seolah posisinya lebih tinggi daripada perempuan?”
Anggi
:
“Ye, itu si tergantung gayanya mas... Kalo ceweknya yang di atas, kan posisinya lebih tinggi cewek. Lain lagi kalo dogi stail atong 69. Ya, kan...? He, sori ngelancong... Gindang mas, kalo masalah lebih ber-kuasa ato nggak, itu se masalah kutang...eh, kultur maksudnya, en juga pilihan.
Hasto
:
“Kultur dan pilihan? Maksudnya??”
Anggi
:
“Ii..ih mas Hasto ne, masak gitu aja nggak ngerti. Makanya baca, dong..! Buka internet..! Kalo urusan bra aja, ahli! Cape, de..eh! Jangan gila, dong! Maksudnya kultur en pilihan tcu..cos di habitat kita ne, kebanyakan masyarakat menganut budaya pa-tri-(y)ar-khi, dimana lekong tu dianggap lebih tinggi duduknya dibanding wanita, jadinya ya itu, laki-laki jadi merasa lebih berkuasa, lebih do-mi-no, dominan maksudnya...Padahal, sebenarnya, domino nggaknya tu tergantung pilihan. Ati-ati mas, cewek bisa aja suatu saat menunjukkan kekuasaannya, memilih en melakukan sesuatu yang bikin ye nangis, malu ato ngerasa nggak punya harga diri. Dia berpaling, atau parah-nya, selingkuh misalnya. Ato, dia minta dilayani terus, tapi ye dah nggak kuat lagi, letoy! Ye akan merasa kedubrak! Jatuh bo! Terpuruk!”
Hasto
:
“Ah, kalo itu sih, kayaknya nggak mungkin terjadi. Selama kita, para lelaki masih punya kharisma, aku yakin justru para wanita itu akan klepek-klepek, tunduk dan menurut sama kita.”
Anggi
:
“Ya, terserah menurut mas Hasto se..Anggi cuma ngingetin. Siapa tahu, Lilin mendua tapi mas Hasto nggak tahu. Jangan nyesel lho..?”
Hasto
:
“Lilin? Selingkuh? Ah, nggak mungkin! Dia nggak bakalan sanggup pisah sama aku. Sebaliknya justru , aku yang bisa gitu. Ah, bukan selingkuh. Biar lebih halus... ber-pa-ling... Ya, kan?”
Anggi
:
“Au, ah.. cape de..eh” (HP Anggi berdering)
“Yuk, Yan...ada apa, say?” (Tiba-tiba Anggi dan Hasto freze)

Lampu berubah, berganti dengan siluet di salah satu sudut panggung dan spot di tengah, tepat di bagian Anggi. Siluet:; tampak Yan seperti orang sakau, menelphon Anggi. Musik tajam.

Yan
:
“Git, tolong aku.. Temani aku, Git! Aku nggak sanggup! Aku hilang rupa! Aku hilang diriku! Aku nggak tahu siapa lagi aku! Nafasku kandas, lari bersama Rista, tenggelam bersama kenanganku bersamanya. Cuma kamu sekarang yang kupunya, Git. Tolong temani aku! Cepat, Git!!

Lampu berubah, musik langsung off dan seketika terang kembali, full stage. Hasto dan Anggi off-freze

Anggi
:
“Yuk, say... Ek kesandung sekarang...” (Tiba-tiba HP Hasto ganti yang berdering)
Hasto
:
Kaget campur heran
“Hai!! Ada apa, tumben!??”

Lampu tiba-tiba berubah lagi, berganti dengan siluet bayangan di satu sudut panggung yang lain dan spot di tengah. Kali ini tepat di bagian Hasto. Siluet:; bayangan sesosok perempuan seksi, dengan lekuk tubuh amat kentara. Sosok itu menelphon Hasto, dengan sesekali mendesah, dan bergerak menggoda. Musik tajam, cenderung musik pub/klab malam.

Sosok
:
“Has...aku kangen! Aku butuh kamu! Aku ingin di dekatmu! Apa kamu nggak kangen has?.. hari-hariku semakin dingin. Hangatku aku, seperti dulu, ketika salju-salju meleleh begitu saat kita menyatu! Temui aku, Has!

Lampu berubah. Musik jadi lembut. Slow motion, tampak Hasto dan Anggi saling memberi salam ber-pisah, diirningi lampu yang meredup dan musik fade-out.








#4
Di sebuah kamar, Hasto dan Rista berdansa. Rista cantik dan seksi saat itu. Bajunya sungguh minimalis, dengan stelan bawahan yang tinggi di atas lutut. Sedang gaun atasnya, sungguh elegan tapi menggiur-kan. Musik mengalun romantis, dengan gesekan biola lembut.

Lagu #4
(The simple night)
:
In this simple night
When the half-moon unfaces
And wind lazy winds
My mind on flying
Breaks through these memories

Are those brightly ones?
Or ones in greyness...?
Nothing can explain
No one would remain...

In this simple night
The memoirs break my wakeness
Which is down-laying
For the next simple night?
Or the complicated ones..?

Nothing can explain
No one would remain...

Irama melodi masih mengalun lembut, samar, mengiringi percakapan mereka...
Hasto
:
“Ris, Kenapa kita ketemu lagi? Padahal, dulu kau janji untuk tidak pernah melihat wajahku lagi.”
Rista
:
Manja
“itu bukan janji, itu emosi, penakit remaja. Membuatku gelap mata, menipu diri sendiri. Sekarang, kenapa aku ingin didekatmu lagi, karena aku mau meretas kembali benang kenangan yang dulu pernah kita rajut indah.”
Hasto
:
“Berarti kamu memaafkan aku?
Rista
:
“Apa harus dijawab??”
Hasto
:
“Berarti, kamu juga sudah melupakan semua yang telah terjadi??”
Rista
:
“Tentang apa yang kamu lakukan? Tentang Mira, dan Lilin? Ah, buatku, semua adalah angin lalu, yang hanya menghempas, membadai sesaat. Tapi akan hilang seketika, saat ia mendapatkan ruang kosong. Bukankah sifat angin memang seperti itu?”
Hasto
:
“Terus, apa yang kamu harapkan sekarang dariku?”
Rista
:
“Seperti kubilang tadi, aku ingin meretas kembali benang kenangan yang dulu pernah kita rajut. Kamu mau kan, memberikan ujung utas benang itu?”
Hasto
:
“Apa aku punya alasan untuk menolak? Ris, meskipun aku sudah melihat dan bahkan menikmati yang lain, yang kupikir mereka lebih darimu, ternyata aku salah. Ada banyak hal di dirimu yang tak bisa tergantikan, yang nggak mereka punya, aku merasa kehilangan.”
Rista
:
“Kehilangan? Misalnya?”
Hasto
:
“Ah, apa harus dijelaskan? Aku yakin kamu memahaminya.”
Rista
:
“Apa kamu yakin? Aku merasa kamu mengatakan itu hanya karena kamu ada di dekatku sekarang.”
Hasto
:
“Maksudmu?”

Musik fade-out. Rista tiba-tiba melepaskan tubuhnya dan menyudahi dansa mereka. Lalu, ia menuju meja, menuang segelas minuman, dan duduk di sofa menikmati minuman itu.

Rista
:
Tersenyum, menyindir...
“Aku tahu siapa kamu, Has. Aku tahu gimana perasaanmu. Saat ini kamu nggak bisa membuang Lilin dari hati dan pikiranmu. Kamu terobsesi sama dia. Dan kamu nggak bisa bohong soal itu.”
Hasto
:
Masih berdiri
“Kamu cemburu??”
Rista
:
Tertawa kecil, seolah mengejek..
“Cemburu?? Ha, ha...buat apa cemburu sama dia? Nggak ada alasan. Heh, buatku dia bukan sainganku di depan cowok manapun. Karena aku yakin, aku lebih cantik dibanding dia... Dan cowok-cowok itu akan lebih memilihku daripada dia. Kamu contohnya! Ya, kan?!”
Hasto
:
Beranjak ke belakang kursi tempat Rista duduk. Berdiri, sambil mendekap bahu Rista dan mendekatkan mulutnya ke telinga perempuan itu.
“Dia istimewa dan menyita perhatianku. Tapi, aku juga nggak bisa pungkiri, kalo kamu sungguh luar biasa dan sulit tergantikan. Nggak ada yang bisa menyaingimu.”
Rista
:
“Sulit tergantikan?? Ah, aku nggak percaya! Aku yakin, seandainya sekarang ada Lilin, kamu nggak berani sedekat ini sama aku. Malah, kamu sudah mengusirku, mungkin!” (Melirik ke arah Hasto)
“Tapi it’s OK! Bagiku nggak masalah kamu tetap akan memilih Lilin dan mencampakkan aku. Aku juga nggak berharap kamu mau balik sama aku lagi. Meski aku yakin, kamu tetap nggak akan pernah bisa nolak untuk bersenang-senang sama aku. Makanya, aku minta kamu menemuiku sekarang. Aku pingin...” (Tiba-tiba Rista berdiri, menarik tubuh Hasto dan menghempaskannya di sofa. Lantas Rista duduk di atas pangkuan dan menghadap Hasto. Ia menggoda lelaki itu dengan membelai wajah, rambut, dada dan lehernya. Lalu, perlahan ia mulai membuka (kancing) gaunnya...)

“Aku pingin, kita mengingat kembali kenangan indah yang pernah kita rajut dulu. Kenangan berupa kesenangan yang banyak dicari orang...” (Perlahan, Rista mendekatkan bibirnya ke bibir Hasto. Laki-laki itu tak berkutik. Tapi justru hanyut belaian Rista. Tanggannya mulai meraba pakaian bawah Rista, hingga kulit paha yang mulus itu tersibak.)

Tiba-tiba lampu padam! Musik fade-in, kembali lagu The Simple Night mengalun. Perlahan, lampu menyala remang, tapi tidak sampai menerangi dua sejoli yang sedang asyik masygul itu.
Musik fade-out. Pelan, lampu kembali spot di kamar tadi. Tampak Hasto terbaring di sofa bertelanjang dada, rambut kusut masai, ikat pinggang belum diikatkan. Ia memegang gelas minuman sambil memperhati-kan Rista yang sedang merapikan make-up dan rambutnya. Rista pun lalu membenahi pakaian-nya yang masih terbuka sebagian.

Hasto
:
“Kamu tidak ingin sedikit lebih lama menemaniku dulu di sini? Ayolah, Ris..? Kenapa mesti buru-buru?”
Rista
:
“Satu keinginanku sudah kudapat. Ku pikir untuk apa aku lama-lama di sini? Di luar sana, aku bisa mendapat kesenangan yang lain. Kalo kamu ingin ditemani, kenapa kamu nggak coba minta Lilin melakukannya? Siapa tahu, dia memang lagi pengen sama kamu dan tidak sedang sama yang lain...”
Hasto
:
Terperangah terkejut, mengernyitkan dahi. Lalu bangkit duduk.
“sama yang lain? Maksudmu?!”
Rista
:
“Hasto, Hasto, kasihan kamu. Selama ini kamu merasa bisa menguasai para cewek, tapi sebenarnya kamu itu nggak ada apa-apanya!” (Tersenyum, seoalh mengejek)

“Kamu ingat, waktu aku telphon kamu kemarin? Aku bilang kalo aku punya sesuatu yang aku yakin kamu mau melihatnya.” (Mengambil HP nya dan menyerahkannya ke Hasto)

“Ini! Coba buka menu video, buka file judulnya JROT! Perhatikan dan nikmati rekaman itu” (Masih keheranan, Hasto mengikuti apa yang dikata-kan Rista. Setelah berhasil menemukan apa yang dimaksud, Hasto membela-lakkan matanya melihat apa yang ada di rekaman HP itu)

Tiba-tiba, di sisi seberang panggung. Tampak Lilin sedang bercumbu dengan seorang lelaki! Sesekali Lilin mendesah, melenguh, dan tertawa cekikikan.

Hasto
:
Tampak menahan marah
“Dari mana kamu dapet rekaman ini, Ris?!”
Rista
:
Menarik Hpnya dari tangan Hasto
“Kenapa? Kamu nggak percaya sama rekaman ini? Kamu sangsi dari mana sumbernya? Sayang, dari mana aku dapatnya, kupikir itu nggak penting. Yang lebih penting sekarang adalah, kalo kamu ingin bukti, kenapa kamu nggak tanya Lilin? Ya, kan??” (Menyentuh pipi Hasto dan tersenyum seakan mengejek.)

“OK, keinginan keduaku sudah terpenuhi. Aku mau cari kesenangan yang lain dulu, ya...? Selamat bersenang-senang juga! Mmuaa...ach!!” (Rista pergi meninggalkan Hasto)
Hasto
:
“Ris, tunggu, Ris!! Aku butuh penje...” (Gusar)
Lampu berubah

#5
Lampu spot di salah satu sisi panggung. Tampak Hasto gusar menahan marah. Sedang di sisi panggung depannya, gelap. Tampak dua sosok sedang bergerak-gerak di atas sofa. Lalu Hasto mengetuk pintu.

Hasto
:
Tok 5x
“Lin! Buka pintunya, Lin! Ini aku, mas Hasto! Buka, Lin!”
Suara wanita
:
“Ya, sebentar.” (Tampak sesosok perempuan muncul dari sisi panggung yang gelap menuju pintu tempat Hasto berdiri. Dia Lilin, mengenakan pakaian tidur yang menggoda, dengan rambut tergerai sedikit acak-acakan. Lalu, (seolah) ia membukakan pintu)
“kenapa, mas?! Kok kayaknya lagi marah gitu. Marah sama siapa? Kenapa?”
Hasto
:
Marah
“Nggak usah pura-pura Lin! Kamu selama ini ternyata bohong! Di depanku aja kamu bertingkah manis, manja, nurut, kelihatan setia...Tapi di belakangku, kamu main sama cowok lain, Ya, kan? Ngaku aja!!”
Lilin
:
Tampak tenang,tapi terlihat mengejek.
“Oo..oh, itu? Mas, bukannya aku yang harusnya minta kamu terus terang, ngaku, sama cewek mana aja mas kalo nggak pas sama aku??”
Hasto
:
“Apa maksudmu?!”
Lilin
:
“udahlah mas, ngaku aja, biar gampang! Mas kemarin kangen-kangenan sama Rista lagi, kan?? Apa aku harus kasih liat video rekaman waktu mas sama Rista kemarin, sebagai bukti..?? Tuh, masih kusimpan di HP!”
Hasto
:
“Kurang ajar!! Kamu mau menjebakku?!” (Mencengkeram bahu Rista. Tiba-tiba muncul suara dari sisi panggung yang gelap)
Suara
:
“Jangan coba-coba sakiti Lilin! Lepaskan tanganmu!” (Sisi panggung gelap perlahan terang. Sekarang tampak jelas siapa yang bersuara. Anggito, si bencong yang menjadi sosok aslinya sebagai laki-laki)
Hasto
:
Terkejut
“Kamu!!”
Anggito
:
“Kenapa? Kaget?? Bukannya Anggi pernah bilang ke kamu, hati-hati sama cewek. Nanti kamu bisa kedubrak, jatuh!”
Hasto
:
Marah
“Bangsat!! Kalian mau mainin aku!” (Tiba-tiba Hasto menyerang Anggito. Terjadi perkelahian antara keduanya. Al akhir, Hasto kalah, ia ter-kapar dihajar Anggito. Dia tersungkur di lantai.)
Anggito
:
“Has, kamu lihat! Lilin sudah memilih bersamaku. Dan kamu nggak punya hak apa-apa atas dia. Malah, sekarang kamu nggak ada apa-apanya, nggak bisa apa-apa. Kamu terpuruk! Mana kharismamu? Gimana rasanya dicampakkan? Coba tanya ke Rista, apa rasanya sama??” (Tersenyum mengejek)
Hasto
:
“Bangsat!! Awas kalian semua!!” (Pergi meninggalkan Anggito dan Lilin yang menertawakannya.)
Lampu redup.

#6
Lampu spot di salah satu sisi panggung. Tampak Hasto gusar menahan marah bercampur sakit setelah dihajar Anggito. Sedang di sisi panggung depannya, gelap. Tampak dua sosok sedang bergerak-gerak di atas sofa. Lalu Hasto mengetuk pintu.

Hasto
:
Tok 5x
“Ris! Buka pintunya, Ris! Ini aku! Buka, Ris!”
Suara wanita
:
“Ya, sebentar.” (Tampak sesosok perempuan muncul dari sisi panggung yang gelap menuju pintu tempat Hasto berdiri. Dia Rista. Lalu, (seolah) ia membukakan pintu)
“kenapa, Has? Kenapa kamu? Kok kayak habis diamuk massa??”
Hasto
:
Tiba-tiba mencengkeram bahu Rista, marah.
“Apa yang kau lakukan sama aku, Ris?? Apa mau kamu?! Apa maksud-kamu??” (Tiba-tiba muncul suara dari sisi panggung yang gelap)
Suara
:
“Lepasin tanganmu!! Jangan cari perkara!!” (Sisi panggung gelap per-lahan terang. Sekarang tampak jelas siapa yang bersuara. Yan, si perempuan-lelaki pacar Rista.
Hasto
:
Terkejut
“Ris?! Kamu..?!”
Rista
:
“Kenapa? Kaget? Heran? Kamu pikir kesenangan cuma dari kamu? Kamu salah, Has!! Salah besar!!”
Hasto
:
“Kurang ajar!!” (Tiba-tiba Hasto hendak berbuat kasar pada Rista. Tapi Yan buru-buru melindungi Rista. Terjadi perkelahian antara Hasto dan Yan. Lagi-lagi, Hasto kalah dan tersungkur di lantai terkena pukulan Yan.)
Yan
:
“Jangan pernah berpikir kau bisa seenaknya nyakitin cewek! cowok bisa disakiti! Ini buktinya! Kamu kalah!!”
Hasto
:
“nggak! nggak! Aku nggak akan kalah! Apalagi disakitin cewek! Lihat aja, kalian bakal nerima balasannya!” (Hasto pergi meninggalkan Yan dan Rista, yang tersenyum mengejeknya.)
Lampu berubah.


#7
Gending Jawa bernuansa Rock, sedikit distorsi tanpa lirik. Lampu spot di tengah panggung. Tampak sosok Hasto duduk, merangkak mundur ke arah penonton, seperti orang ketakutan bercampur marah. Sesekali lampu tampak berkilat.

Hasto
:
“Drupadi! Mengapa kau lakukan ini padaku?! Bukankah kau ingat, aku hanya menjalankan perintah untuk menelanjangimu.. Tapi kenapa hanya aku yang mengalami ini? Mengapa bukan suamimu, Sakuni, Duryodana, atau orang-orang lain di perjudian itu?!”
Suara wanita (Drupadi)
:
“Lupakah kau akan nafsu dan angkaramu sendiri, Dursasana?? Lupa-kah kau, betapa aku sudah memperingatkanmu untuk tidak melaku-kannya. Tapi nafsumu telah mengalahkan dharmamu. Maka, seperti sumpahku, kau tidak akan pernah menemui kembali indahnya kesucian para perempuan. Sebaliknya, justu kau akan menjadi budak bagi mereka! Kau adalah perlambang bagi mereka yang serupa denganmu, pemuja & penguasa nafsu! Dan sekarang, tunjukkan kuasa nafsu itu, seperti yang kau lakukan padaku di perjudian lalu! Lihat mereka!!” (Tiba-tiba, muncul dua penari perempuanyang cantik dan seksi, mengenakan topeng. Keduanya bersama mendekati Hasto di tengah panggung. Mereka lantas mempermainkan laki-laki itu, menggodanya.)

“Tak perlu kau melucuti mereka, Dursasana! Tapi biar mereka lucuti diri mereka sendiri. Lalu nikmati mereka, permainkan mereka seperti kau mempermainkan aku! Puaskan dirimu! Bukankah itu yang memang kau mau?!” (Lantas kedua penari itu berdiri di hadapan Hasto. Seperti penari striptis, mereka meliuk-liukkan tubuh sambil perlahan melucuti satu-satu busana mereka, diiringi lagu.)

Lagu #5
(Cangkangku kutang-galkan)
:
Ini cangkangku, kutang-galkan,
Kanthi sibak, bak pualam

Ini tubuhku, kusajikan,
Kanthi utuh, nikmatilah

Cangkangku, kubukakan
Tubuhku, kusajikan
Nikmati, titianmu
Di helai kulitku
Dan lembar nafsumu!

Hasto
:
“Tidak, Drupadi! Tidak! Jangan kau lakukan ini padaku! Aku tak bisa, aku tak sanggup! Tidak, Drupadi! Jangan!!” (Tiba-tiba kedua sisi samping panggung terang. Tampak dua pasang sejoli, Yan – Rista & Anggito – Lilin, di setiap sisi panggung itu. Mereka saling mendekap sambil menatap dan menertawakan Hasto yang sedang dipermainkan kedua penari. Sedang kedua penari itu, menjatuhkan tubuhnya, merebahkan Hasto dan mempermainkan-nya seolah ia perempuan yang hendak diperkosa.)

“Tidak! Tidak! Tidaa...aak!!!”
Lagu berlanjut, semakin keras. Selang sesaat, lampu meredup dan spot di tengah panggung tepat di kedua penari. Bersamaan lirik / melodi lagu terakhir berhenti, keduanya freeze. Dan lampu padam

SELESAI


Agung Wijaya
Bandung-Yogyakarta,
medio Desember 2007 – 27 Januari 2008

posted by MAN 2 PEKALONGAN @ 06.55  
0 Comments:

Posting Komentar

<< Home
 
About Me

Name: MAN 2 PEKALONGAN
Home: Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia
About Me: Sekolah MAN 2 Pekalongan
See my complete profile
Drama Of Indonesia
GAmbar Jurnalis
Foto-Foto
Jurnalis Karisma
Dinas keluar
Copyright 2010 Mas Edy Web Blog