Mewujudkan peserta didik yang unggul dalam Prestasi dan Iman yang mantap
Data Sekolah
Galery
Tugas TIK Kelas XI
ORGANISASI MAN 2 PEKALONGAN
KeGiatan Documentasi Sekolah
Cerpen
Senin, 17 Januari 2011

Ternyata.....,

Udara dipagi hari memberikan semangat untuk Rena beraktivitas. Sinar matahari pun semakin menjanjikan kecerahannya. Rena berjalan disamping salah seorang guru Bahasa Indonesia yang berpostur tubuh lumayan gemuk dengan tas lengan ditangan kirinya menuju ke kelas baru yang akn ditempati Rena. Pak guru tersebut biasa disapa Pak Bub oleh murid-muridnya. Kelas Rena yang baru tidak jauh dari ruang guru, hanya berjarak kurang lebih 50m. Menghadap ke barat berhadapan dengan gedung bertingkat yang digunakan untuk kelas XI.
Sesampai tiba di kelas yang dituju, Pak Bub memberi salam dan meminta waktu sebentar kepada guru matematika yang tengah mengajar. Diikuti Rena berjalan mengikuti dibelakangnya.
“Permisi bu, maaf menggangu sebentar, ini ada siswa baru pindahan dari Cirebon yang akan menempati kelas XII A2 ini. Mohon minta waktu untuk memperkenalkan diri didepan kelas.”
“Owh ya pak silakan.” Jawab guru matematika dengan senang hati.
“Rena silakan perkenalkan diri kamu dihadapan teman-teman kamu yang baru.”
“Iya pak, terima kasih.”Jawab Rena.
“Assalamu’alaikum wr.wb, teman-teman semua perkenalkan nama aku Renata Rosita, aku biasa dipanggil Rena. Aku pundahan dari MAN 1 Cirebon. Alamatku yang sekarang ada di jalan Gajah Mada sebelah timur rumah sakit Al-Karomah menghadap ke selatan. Jika teman-teman pengen main silakan, nomor rumahku 150.”
Semua perhatian tertuju pada Rena yang tengah berdiri di depan kelas.
“Sudah bu.”
“Ya sudah silakan duduk. ”Perintahnya duduk dengan menunjuk tempat duduk di sudut paling belakang dekat dengan jendela.
Rena duduk tidak sendiri. Disamping Rena ada anak gadis berjilbab yang tidak kalah rapinya dengan Rena. Rena tersenyum sebagai tanda awal perkenalan, kemudian Rena duduk sambil menyodorkan tanganya untuk berkenalan.
“Hmm, boleh kenalan nggak? Aku Rena kamu siapa?”
“Oh iya aku Dinar.” Jawabnya sambil menjawab jabatan tangan Rena.
“Pindahan dari Cirebon ya?”
“Iya.”
“Oowh.”
Hari pertama Rena masuk langsung mengikuti pelajaran menyesuaikan dengan siswa lainnya. Ditengah-tengah pelajaran berlangsung Rena mengamati Dinar yang hanya dari atdi hanya diam saja.
“Nar, kamu kenapa? kok diam aja dari tadi.”
“Gak ada apa-apa kok Ren.”
“Wajah kamu kok pucet gitu sich Nar.. sakit ya?
“Aku nggak papa kok Ren. Sehat-sehat saja.”
“Beneran nggak papa?? Kalau sakit yuk ke UKS aja aku anter.” Pintanya berharap Dinar mau mengikuti nasihatnya.
“Nggak usah Ren, makasih. Aku nggak papa kok Ren, beneran.” Dinar berusaha menyakinkan Rena. Mereka tampak akrab meskipun baru saja kenal.
Tak lama kemudian terdengar bel istirahat yang diikuti adzan dhuhur, terdengar dari mushola yang ada di sekolahnya.
“Nar, keluar yuk. Kita mau jajan, apa sholat dulu?” sambil memasukan buku dan peralatan tulis kedalam tasnya.
“Nggak ah Ren, aku di kelas aja.”
“Kenapa...lagi bulanan ya?” Tanyanya penasaran, Dinar hanya tersenyum mendengar pertanyaan Rena.
“Ya udah dech nggak papa. O iya Nar, mushola sebelah mana sich? Aku mau shoalt dulu aja ah.”
“Mushola??! Jawabnya kaget.
“Iya mushola.”
“Kok Dinar aneh gitu sich kaya orang linglung” gumam Rena dalam hati.
“Owh, kamu keluar aja dari pintu ntar kekanan, trus nanti ada garasi kamu belok aja lagi, kekanan ada WC disamping parkiran. Pasti jam segini biasanya anak-anak masih pada wudhu.” Dinar menjawab pertanyaan Rena dengan pandangan mata keluar jendela disebelah kiri dia duduk. Entah apa yang sedang dilihanya.
“Ya udah makasih.”
Sebelum Rena melangkahkan kakinya dia mengeluarkan sesuatu dari dalan tasnya.
“Eh...O iay, aku bawa roti Nar, buat kamu aja dari pada kamu ngelamun nggak jelas, nih ambil.” Rena menodorkan rotinya ke Dinar. Dia hampir saja menolak tapi akhirnya diambil juga.
“Makasih Ren.”
“Makan ya rotinya.” Perintahnya sambil lari kecil meninggalkan Dinar menuju ke Mushola.
Waktu istirahat sudah habis. Siswa-siswi sudah siap mengikuti pelajaran selanjutnya. Tapi pelajaran siang hari itu kosong, karena para Bapak Ibu guru sedang ada rapat dadakan. Kesempatan itu digunakan anak-anak kelas XII A2 untuk bercanda, cerita-cerita, ada yang tidur, mainan Hp, dan lain-lain. Tapi tidak dengan Rena dan Dinar. Mereka keluar kelas menuju kepinggir lapangan sepak bola di bawah pohon mangga yang letaknya lumayan jauh dari kelas mereka.
Rena dan Dinar duduk menghadap kebarat membelakangi gedung bertingkat. Didepan mereka duduk ada kolam yang tak terawat, penuh tumbuhan kangkung dengan sampah dan ikin-ikin kecil didalamnya. Mereka tampak sedang asyik membicarakan seasuatu tiba-tiba Dinar bertanya,
“Ren, menurut kamu gimana sich rasanya mati?” pertanyaan Dinar sontak membuat Rena kaget.
“Ah, ngaco kamu Nar, mati kok ditanyakan gimana rasanya, ya nggak tau dong, orang yang sudah mati aja nggak bisa nyeritain gimana rasanya, aneh-aneh aja kamu ini.”
“Ya nggak Ren, kan Cuma tanya doang.”
“Udah ag, jadi merinding.”
Angin yang meniup membuat bulu kuduk Rena berdiri.
“Nar, rumah kamu dimana sich? Kapan-kapan aku boleh main kan?” tanyanya agar suasana berubah.
“Rumahku disini.”
“Disini?? Yang benar aja. Apa maksud kamu di daerah sekolah ini ya?”
“Disini.” Jawab Dinar mengulangi kalimat yang sama.
“Owh...aku tahu, kalau aku nggak salah tebak kamu anaknya yang jaga sekolah ini ya? Maka dari itu ksmu tinggal disini.”
“Nggak juga.” Jawabnya yang semakin menambah penasaran Rena.
“Terus??”
Belum selesai Rena ngomong, Dinar langsung memotong pembicaraan.
“Udah ah, ayo ikit aku.”
“Kemana?”
“Lho katanya pegen lihat rumahku?”
“Sekarang??”
“Iya.”
“Tapi..”
“Tapi apa?”
”Entar kalau di kelas udah ada gurunya gimana Nar, sudah jam keberapa nih..” Rena melihat jam tangannya yang menempel ditangan kirinya.
“Hah....,jam lima lebih seperempat??! Perasaan kita baru setengah jam duduk disini.”
Rena juga baru sadar kalau disekitar sekolah sudah sepi. Semua murid dan guru sudah pulang. Sudah tidak ada siapa-siapa lagi di kelas kecuali mereka berdua.
“Waah..,ada yang nggak beres nih!! Cabut yuk Nar, udah sore banget, bentar lagi maghrib, sudah hampir gelap gini. Yuk!..”
“Ya berhubung bentar lagi maghrib, gimana kalau kamu mampir aja dulu ke rumahku. Entar sehabis maghrib pulangnya aku antr dech.. gimana? Gak baik kan jam segini anak cewek masih dijalan?”
“Ya udah yuk, tapi ke kelas dulu, aku mau ambil tas.”
“Lha ini apa?” sambil menunjuk sesuatu disamping mereka duduk. Rena kaget kenapa tasnya sudah ada disitu.
“Kok bisa sich..., aku kan tadi belum ambil tas.’ Tanyanya heran.
“Udah ah ayo keburu maghrib entar.”
“Tapi Nar..”
“Udah lah Ren, nggak usah pakai acara tapi-tapian.”
Rena berjalan mengikuti Dinar dibelakangnya menuju suatu tempat yang dituju Dinar.
“Kita mau kemana Nar?
Dinar hanya diam dan terus melangkahkan kakinya melewati lapangan. Tiba-tiba ada suara lelaki memanggil Rena.
“Ren, Rena. Mau apa kamu kesitu?” kata Pak Bub melihat Rena dari depan ruang guru sedang berjalan didepan garasi mobil dari arah barat. Rena berhenti dan menuju Pak Bub yang sedang berjalan menuju kearahnya.
“Eh Bapak, kok belum pulang?” Tanya Rena.
“Iya, barusan ngambil handicam ketinggalan di meja. Kamu sendiri jam segini belum pulang, sendirian lagi. Mau ngapain Ren?”
“Sendiri? Gak kok pak, saya sama Dinar.”
“Siapa??” Pak Bub meminta pengulangan.
“Dinar Bapak.., temen satu meja sama saya.”
“Apa Bapak tidak salah denger? Dinar Larasati maksud kamu??”
“Iya.”
“Terus mana Dinarnya?’
“Lha ini.”
Rena membalikkan badan mencari Dinar yang tadi berdiri dibelakangnya. Rena memanggil-manggil Dinar tapi tidak ada jawaban. Akhirnya Pak Bub menggandeng tangan Rena dan mengajaknya duduk di beranda kelasnya.
“Rena, Dinar yang kamu maksud sebenarnya sudah meninggal satu minggu yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Lukanya sangat parah hingga sulit dikenali lagi wajahnya.
Rena tak percaya dan shock mendengar pernyataan Pak Bub. Dia menutup mulutnya dengan kedua tanganya.
“Ini lihat.”
Pak Bub memperlihatkan vidio dihandicam yang diambilnya ketika Dinar diaotopsi.
“Terus yang menabrak Dinar siapa Pak?”
“Menurut polisi dan orang yang melihat ditempat kejadian sich, tadinya kecelakaan tunggal. Dinar mengendarai motornya dengan kencang, kemudian motornya menabrak jalan berlubang, lalu Dinar terpental ketengah jalan. Kepalanya membentur aspal, helm yang dikenakan terlepas. Dan yang membuat Dinar meninggal mungkin karena yang dibelakangnya tidak bisa mengerem, dan langsung melindasnya. Menurut ibunya, waktu itu Dinar kesiangan karena malamnya tidur sampai larut. Jadi supaya tidak terlambat masuk sekolah, mungkin dia ngebut.”
Tubuh rena terasa lemas mendengar cerita Pak Bub, karena seharian di sekolah bersama Dinar yang ternyata...., hanyalah arwahnya.


Label:

posted by MAN 2 PEKALONGAN @ 00.13  
0 Comments:

Posting Komentar

<< Home
 
About Me

Name: MAN 2 PEKALONGAN
Home: Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia
About Me: Sekolah MAN 2 Pekalongan
See my complete profile
Drama Of Indonesia
GAmbar Jurnalis
Foto-Foto
Jurnalis Karisma
Dinas keluar
Copyright 2010 Mas Edy Web Blog