Remaja Muslim Hadapi Tantangan Global
Oleh Ade Asep
Syarifuddin
MEMASUKI abad XXI ditandai dengan
hilangnya sekat-sekat batas geografis antara satu wilayah dengan wilayah
lainnya. Satu negara dengan negara lainnya hanya dibatasi oleh wilayah politis.
Sementara wilayah informasi, budaya, perdagangan, pendidikan semuanya nyaris
tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Hal itu berkat kemajuan sains dan
teknologi yang berjalan sangat cepat. Setiap orang bisa berhubungan dengan
orang lain tanpa mesti bertemu langsung. Dua produk teknologi yang bisa
menjembatani kecepatan akses informasi dan komunikasi adalah komputer,
handphone dan televisi. Komputer dan handphone bisa dipasang teknologi
internet.
Dari internet inilah seluruh
informasi dalam kehidupan ini dimasukkan ke dalam database maya dalam jumlah
besar, yang bisa menampung nyaris semua persoalan dalam kehidupan ini. Apa saja
yang ada dalam database maya tersebut? Hampir semua hal yang ada di dalam
kehidupan ini. Secara garis besar ada yang baik, dan ada juga yang tidak baik.
Jangankan di internet, di dalam kehidupan sehari-hari juga baik dan tidak baik
merupakan dua hal yang sering kita saksikan.
Dengan semakin cepatnya informasi
dan komunikasi kita juga cukup mudah untuk bersilaturahmi dengan keluarga atau kerabat
handai taulan. Dulu menggunakan surat
yang dibubuhi prangko, diperlukan minimal 3 hari untuk sampai ke tujuan.
Sekarang dengan teknologi SMS, real time, kita kirim pesan, saat itu juga sudah
bisa dibaca oleh si penerima pesan.
Demikian halnya bagi pengguna
internet, banyak sekali email-email yang bisa diakses, portal-portal dan
situs-situs berita, hiburan, olahraga dll. Perceraian Anang dan Krisdayanti
sudah menjadi suguhan media dan bisa diketahui oleh semua orang, baik mengakses
internet maupun televisi untuk sekarang ini. Berita gempa beberapa waktu lalu
di Tasikmalaya pun bisa langsung diakses dan diketahui dari mana sumbernya.
DAMPAK NEGATIF
Pertanyaan yang sering kita
dengar dari orang tua, masyarakat dan orang-orang yang khawatir terhadap dampak
negatif teknologi tersebut adalah, bagaimana menghadapi dampak negatif
teknologi tersebut. Kekhawatiran tersebut merupakan hal yang wajar bagi
siapapun, terutama orang tua. Karena di balik manfaat positif yang bisa kita
ambil, di sampingnya selalu ada dampak negatif yang yang berjalan secara
berbarengan.
Sebenarnya, produk teknologi
apapun, tidak hanya internet pada dasarnya bermuatan netral. Kita sebagai user
atau pelaku internetnyalah yang akan memilih portal mana yang akan diakses dan
portal mana yang tidak diakses. Kalau memilih portal yang positif, maka manfaat
baik yang akan kita terima. Sebaliknya bila portal yang bermuatan negatif yang
diakses maka yang negatif pula yang bakal kita konsumsi.
Persis kalau kita jalan-jalan ke
mal, di sana
ada toko pakaian, toko sepatu, toko buku, toko baju muslim, toko Al Quran, toko
buku, toko novel, toko makanan. Sementara di ujung sana ada yang bermain game, ada yang
nongkrong buang-buang waktu dan mengerjakan sesuatu yang tidak bermanfaat. Kita
melangkah ke arah mana, ditentukan oleh kita sendiri.
Teknologi juga bersifat netral,
memberikan sesuatu apa adanya. Yang menjadi baik atau tidak adalah pelakunya.
Termasuk facebook yang pernah diharamkan oleh sekelompok ulama di Jawa Timur,
itu pun tergantung pilihan kita masing-masing. Ambil contoh yang paling
sederhana, minuman keras itu haram hukumnya, kita bisa memilih untuk meminum
dan juga bisa memilih untuk menjauhi.
Pertanyaan yang mesti kita ajukan
kepada diri kita sendiri adalah, apakah kita melakukan sesuatu karena
dikendalikan oleh diri kita sendiri, atau kita melakukan sesuatu karena
dikendalikan oleh pihak-pihak dari luar. Selama sikap kita dikendalikan oleh
sesuatu dari luar, maka keputusan-keputusan untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu sangat bergantung stimulus eksternal. Tetapi kalau kita sudah
memiliki kendali diri yang kuat, kita bisa memilih mana yang harus dilakukan
dan mana yang harus ditinggalkan dengan penuh kesadaran.
LIMA JURUS PENGENDALIAN DIRI
Baru-baru ini saya mendapat email
dari seorang pembaca buku, sebut saja Pak Anton, yang menanyakan cara untuk
mengendalikan pikiran. Pak Anton merasa selama ini bukannya ia yang
mengendalikan pikirannya namun pikirannya lah yang mengendalikan dirinya.
Saat ingin berpikir positif..
eh.. yang muncul malah pikiran yang negatif. Di lain kesempatan, menurut Pak Anton, ia
sulit mengendalikan dirinya dari dorongan keinginan yang ia tahu tidak
seharusnya ia turuti.
Misalnya Pak Anton ini baru
makan. Saat ditawari kawannya makan, ia menerima tawaran itu dan ikut makan
bersama kawannya. Di lain kesempatan, saat badannya lagi capek, habis bekerja
seharian, ia diajak kawannya dugem. Lha, kok ya dituruti ajakan ini. Padahal
Pak Anton tahu tubuhnya butuh istirahat. Dan benar, karena kurang istirahat Pak
Anton jatuh sakit.
“Bagaimana ya Pak cara untuk bisa
mengendalikan diri saya? Saya tahu apa yang harus saya lakukan namun ada bagian
lain dari diri saya yang mendorong-dorong saya untuk melakukan hal yang tidak
ingin saya lakukan. Seringkali saya merasa ada konflik dalam diri saya dan yang
menang adalah bagian yang mendorong saya melakukan hal yang sebenarnya, menurut
saya, tidak perlu saya lakukan. Setelah melakukannya saya merasa menyesal,
bersalah, dan jengkel pada diri saya”,
tanya dan keluh Pak Anton pada saya.
Pembaca, apa yang dialami Pak
Anton ini sangat lumrah kita alami. Setiap hari pasti ada konflik kecil dalam
diri kita. Bahkan untuk urusan bangun tidur saja kita sudah mengalami konflik
diri, ada satu bagian yang berkata, ”Hei... sudah pagi nih. Sudah waktunya
bangun. Siap-siap ke kantor”, dan bagian yang satu lagi berkata, ”Nggak perlu
bangun sekarang. Lima
menit lagi lah. Kan
tadi malam kamu tidurnya cukup larut malam. Kalo ditambah lima
menit kan
nggak apa-apa toh”.
Anda pernah mengalami hal seperti ini?
Lima jurus yang saya jelaskan di artikel ini
berguna sebagai strategi untuk mengendalikan diri dalam berbagai aspek
kehidupan. Jurus ini bisa anda terapkan untuk apa saja, yang berurusan dengan
pengendalian diri.
Ok, sekarang mari kita bahas
masing-masing jurus. Anda bisa menggunakan setiap jurus ini, secara terpisah,
berdiri sendiri saat anda mencoba mengendalikan diri, atau bisa beberapa jurus
secara bersamaan.
Jurus pertama adalah
mengendalikan diri dengan menggunakan prinsip kemoralan. Setiap agama pasti
mengajarkan kemoralan, misalnya tidak mencuri, tidak membunuh, tidak menipu,
tidak berbohong, tidak mabuk-mabukan, tidak melakukan tindakan asusila.
Saat ada dorongan hati untuk
melakukan sesuatu yang negatif, coba larikan ke rambu-rambu kemoralan. Apakah
yang kita lakukan ini sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai moral dan
agama?
Misalnya kita mendapat kesempatan
untuk mendapat untung dengan cara yang tidak wajar. Bahasa yang lebih langsung
adalah kesempatan untuk korupsi. Saat terjadi konflik diri antara ya atau
tidak, mau melakukan atau tidak, kita dapat mengacu pada prinsip moral di atas.
Agama mengajarkan kita untuk tidak mencuri atau mengambil barang yang bukan
milik kita, tanpa seijin pemiliknya. Kalau kita teguh dengan prinsip moral ini
maka kita tidak akan mau korupsi. Korupsi itu dosa. Korupsi itu karma buruk.
Bisa masuk neraka lho.
Jurus kedua pengendalian diri
adalah dengan menggunakan kesadaran. Kita sadar saat suatu bentuk pikiran atau
perasaan yang negatif muncul. Pada umumnya orang tidak mampu menangkap pikiran
atau perasaan yang muncul. Dengan demikian mereka langsung lumpuh dan dikuasai
oleh pikiran dan perasaan mereka.
Misalnya seseorang menghina atau
menyinggung kita. Kita marah. Nah, kalau kita tidak sadar atau waspada maka
saat emosi marah ini muncul, dengan begitu cepat, tiba-tiba kita sudah dikuasai
kemarahan ini. Jika kesadaran diri kita bagus maka kita akan tahu saat emosi
marah ini muncul. Kita akan tahu saat emosi ini mulai mencengkeram dan menguasai
diri kita. Kita tahu saat kita akan melakukan tindakan ”bodoh” yang seharusnya
tidak kita lakukan.
Saat kita berhasil mengamati
emosi maka kita dapat langsung menghentikan pengaruhnya. Kalau masih belum bisa
atau dirasa berat sekali untuk mengendalikan diri, larikan pikiran kita pada
prinsip moral. Biasanya kita akan lebih mampu mengendalikan diri.
Bagaimana jika sudah melakukan
jurus satu, prinsip moral, dan jurus dua, kesadaran, ternyata kita tetap sulit
mengendalikan diri?
Lakukan jurus ketiga yaitu dengan
perenungan. Saat kita sudah benar-benar nggak tahan, mau ”meledak” karena
dikuasai emosi, saat kita mau marah besar, coba lakukan perenungan. Tanyakan
pada diri sendiri pertanyaan, misalnya, berikut ini:
• Apa sih untungnya saya marah?
• Apakah benar reaksi saya seperti ini?
• Mengapa saya marah ya? Apakah alasan saya marah ini sudah
benar?
• Kalau saya marah dan sampai melakukan tindakan yang
”bodoh” nanti reputasi saya rusak, kan
saya yang rugi sendiri.
Dengan melakukan perenungan kerap
kali maka kita akan mampu mengendalikan diri. Prinsip kerjanya sebenarnya
sederhana. Saat emosi aktif maka logika kita nggak akan jalan. Demikian pula
sebaliknya. Jadi, saat kita melakukan perenungan atau berpikir secara mendalam
maka kadar kekuatan emosi atau keinginan kita akan menurun.
Jurus keempat pengendalian diri
adalah dengan menggunakan kesabaran. Emosi naik, turun, timbul, tenggelam,
datang, dan pergi seperti halnya pikiran. Saat emosi bergejolak sadari bahwa
ini hanya sementara. Usahakan tidak larut dalam emosi. Gunakan kesabaran,
tunggu sampai emosi ini surut, baru berpikir untuk menentukan respon yang
bijaksana dan bertanggung jawab. Oh ya, tahukah anda bahwa kata bertanggung
jawab itu dalam bahasa Inggris adalah responsibility, yang bila kita pecah
menjadi response-ability atau kemampuan memberikan respon?
Kalau sudah menggunakan kesabaran masih juga belum bisa,
bagaimana?
Lakukan jurus kelima yaitu
menyibukkan diri dengan pikiran atau aktivitas yang positif. Pikiran hanya bisa
memikirkan satu hal dalam suatu saat. Ibarat layar bioskop, film yang
ditampilkan hanya bisa satu film dalam suatu saat. Nah, film yang muncul di
layar pikiran inilah yang mempengaruhi emosi dan persepsi kita. Saat kita
berhasil memaksa diri memikirkan hanya hal-hal yang positif maka film di layar
pikiran kita juga berubah. Dengan demikian pengaruh dari keinginan atau suatu
emosi akan mereda. (*)
*) Penulis GM Radar Pekalongan, tulisan ini disampaikan
dalam acara Kegiatan Ramadhan MAN 2 Kota Pekalongan, Sabtu 12 September 2009.
Posting Komentar